LRP-Engineering
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item Identifikasi Arsitektur Vernakular Pesisir: Konstruksi Rumah Suku Akit Di Kepulauan Meranti(2018-01-04) Faisal, Gun; Amanati, RatnaRumah orang Akit dapat digambarkan secara kasat mata terbuat dari bahan kayu bulat, dinding dan lantai terbuat dari kulit kayu. Sedangkan atapnya terbuat dari daun kepau atau daun rumbia. Rumah orang Akit biasanya berbentuk panggung dan menggunakan tangga yang terbuat dari kayu. Bagian depan umbaumba atau teras sebagai tempat beristirahat, kamudian ruang utama dan dapur. (Limbeng, 2011). Perkenalan dan persinggunan suku Akit dengan penduduk yang berasal dari suku lainnya juga mempercepat terjadinya perubahan dan penyesuai terhadap kontruksi rumah suku Akit (Faisal, 2017). Perubahan rumah suku atau orang Akit terjadi karena perubahan cara hidup masyarakat, tradisi, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kehidupan yang terus berkembang, dan pengetahuan serta teknologi yang dari luar yang masuk ke masyarakat mempengaruhi bentuk rumah suku Akit. Penelitian ini mengidentifikasi dan mempelajari konstruksi rumah suku Akit, dimana didefiniskan sebagai salah satu bentuk dari adaptasi, adopsi, atau pun negosiasi antara sesuatu yang lama dan baru. Hal tersebut terkadang dapat diamati dengan kasat mata, perubahan identitias arsitektur direkam dari transformasi pola permukiman Suku Akit di Kepulauan Meranti. Metode penelitian kualitatif dengan paradigma rasionalistik digunakan dalam penelitian ini karena bertujuan untuk mengidentifikasi konstruksi rumah vernakular suku Akit dan melihat perubahan bentuk dan ruang terkait perubahan budaya masyrakat suku Akit tersebut. Penelitian ini berpedoman pada teori vernakular, teori konstruksi dan teori tentang perubahan kebudayaan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi. Dari Penelitian ini ada beberapa hal yang bisa disimpulkan; Perubahan dalam arsitektur domestik seputar perubahan pola ruang dalam. Perubahan ekspresi dengan penambahan ruang luar disebut Selaso sebagai foyer. Terakhir, bahan berubah dari bahan lokal sederhana menjadi lebih kompleksItem Peningkatan Efisiensi Energi Pada Residential Air Conditioning Hibrida Dengan Thermal Energy Storage Sebagai Penyejuk Udara Ruangan Dan Pemanas Air(2016-04-20) Herisiswanto; Aziz, AzridjalPenggunaan Thermal Energi Storage (TES) pada Residential Air Conditioning (RAC) hibrida dapat menghasilkan penghematan pemakaian listrik untuk keperluan penyejuk udara ruangan dan pemanas air. Berbeda dengan sistem RAC standar untuk sistem pendinginan udara (air cooled), pada RAC hibrida proses pendinginan dilakukan dengan air atau brine (liquid cooled). Sisi kondensor didinginkan dengan air pada TES sebagai pemanas air HTES (Hot TES) dan penyerapan kalor di evaporator dilakukan oleh brine (cairan dengan titik beku dibawah titik beku air 0 oC) yang masih bewujud cair pada temperatur TES sebagai pendingin brine CTES (Cold TES). HTES dapat digunakan secara cuma-cuma untuk kebutuhan air panas, sehingga pemanasan air tidak lagi menggunakan pemanas listrik. CTES akan digunakan sebagai penyejuk udara ruangan dengan mengalirkan cairan dingin tersebut ke koil pendingin pada Unit Pengolah Udara yang berada dalam ruangan yang akan disejukkan (didinginkan). Untuk menjaga keseimbangan termodinamika, pada sisi kondensor sebagian panas akan di buang di kondensor tambahan. Proses pemanasan air pada HTES dan pendinginan brine pada CTES akan dilakukan setelah RAC dioperasikan, proses ini adalah proses charging. Setelah proses pemanasan dan pendinginan terjadi di TES, air panas dapat digunakan untuk kebutuhan air panas dan cairan dingin dapat dialirkan ke koil untuk penyejuk udara ruangan, ini disebut proses discharging. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan efisiensi dapat dihasilkan dan penerapannya untuk pemakaian sehari-hari. Penelitian ini akan menghasilkan sebuah prototipe dan produk teknologi tepat guna. Residential air conditioning hibrida dengan thermal energy storage (TES) menggunakan refrigeran hidrokarbon HCR-22 merupakan sistem refrigerasi yang memanfaatkan hasil pendinginan untuk mengurangi penggunaan daya listrik saat kondisi beban puncak sehingga kapasitas sistem refrigerasi yang dipilih bisa lebih kecil. Terdapat 3 metode pendinginan yang dilakukan. Standby mode (traditional AC) tanpa beban diperoleh daya kerja kompresor rata – rata 0,5429 kW dengan COP rata – rata sebesar 2,460. Sedangkan standby mode (traditional AC) beban 1000 Watt diperoleh daya kerja kompresor rata – rata 0,5825 kW dengan COP rata – rata sebesar 2,452. Pendinginan discharging mode tanpa beban yang menggunakan pompa untuk mensirkulasikan cairan brine ke cold room diperoleh daya kerja pompa rata – rata 0,1067 kW terjadi penghematan pendinginan pada ice storage selama 170 menit dengan efisiensi konsumsi energi sebesar 98,25% yang dibandingkan dengan charging mode dan standby mode (traditional AC) tanpa beban selama 6 jam. Sedangkan pendinginan discharging mode beban 1000 Watt diperoleh daya kerja pompa rata – rata sebesar 0,1045 kW terjadi penghematan pendinginan pada ice storage selama 20 menit dengan efisiensi konsumsi energi sebesar 98,35% yang dibandingkan dengan charging mode dan standby mode (traditional AC) beban 1000 Watt selama 4 jam. Untuk panas buang kondensor dimanfaatkan untuk menjaga kestabilan kerja sistem refrigerasi saat proses pendinginan berlangsung dan untuk keperluan pemanasan.Item Penghematan Energi Pada Residential Air Conditioning Hibrida Dengan Evaporative Cooling Dan Heat Recovery System Untuk Kebutuhan Air Panas(2016-04-20) Aziz, Azridjal; Idral; HerisiswantoMesin refrigerasi/pendingin yang banyak digunakan saat ini bekerja dengan Siklus Kompresi Uap (SKU) yang dioperasikan oleh kerja kompresor. Air Conditioning (AC) adalah mesin refrigerasi SKU sebagai pengkondisi udara untuk menghasilkan kenyamanan termal bagi penghuni dalam suatu ruangan/gedung. Pemakaian AC pada rumah hunian sistem ini dikenal sebagai Residential Air Conditioning (RAC). Penelitian ini bertujuan melakukan peningkatan penghematan energi pada RAC dengan Evaporative Cooling (EC) atau pendinginan evaporatif dan heat recovery system (HRS) atau sistem pemanfaatan kembali panas dari refrigeran bertemperatur tinggi pada kondisi superpanas yang keluar dari kompresor AC sebelum masuk ke kondensor untuk kebutuhan air panas. Pada perangkat pengkondisian udara (AC) panas yang diserap di ruangan yang dikondisikan oleh evaporator (indoor unit) dibuang percuma tanpa dimanfaatkan melalui kondensor di bagian luar ruangan (outdoor unit). Energi panas yang terbuang percuma melalui kondensor ini (outdoor unit) dapat digunakan menjadi energi yang bermanfaat untuk memanaskan air dengan teknologi HRS. Dengan penambahan sebuah Heat Exchanger (HE) atau penukar panas setelah kompresor maka panas yang bertemperatur tinggi dari kompresor ini dapat digunakan sebagai pemanas air, sehingga perlu diamati pengaruhnya terhadap kinerja perangkat pengkondisian udara secara keseluruhan. Pembuangan panas di kondensor utama pada RAC menggunakan udara lingkungan sekitar dengan kipas/fan (air cooled), dimana pada kondisi ini temperatur dan tekanan refrigeran masih tinggi. Dengan penambahan sebuah modul evaporative cooling (EC) atau pendinginan evaporatif pada sisi tarik/isap kipas kondensor utama, temperatur udara pendingin yang ditarik oleh kipas ke kondensor utama akan lebih rendah dari temperatur lingkungan, sehingga dapat menurunkan temperatur dan tekanan refrigeran di kondensor utama. Hal ini akan berpengaruh pada kinerja RAC secara keseluruhan dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi energi dari sistem RAC, terutama dari konsumsi listrik untuk kerja kompressor. Pada penelitian ini pengujian kinerja AC Split pada penerapan EC dilakukan pada laju aliran air ke EC yang berbeda (0,88 Liter/menit, 1,04 Liter/menit dan 1,22 Liter/menit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapan EC, temperatur udara yang mengalir masuk ke kondensor turun lebih rendah dibanding kondisi tanpa EC dengan perbedaan temperatur sekitar 6oC, hal ini juga menyebabkan tekanan kondensor dan tekanan evaporator menjadi turun. Makin cepat laju aliran air ke EC, maka tekanan kondensor dan tekanan evaporator akan turun lebih rendah, sehingga komsumsi energi listrik turun dan kinerja AC Split naik sampai 20% pada laju aliran air ke EC 1,22 L/menit. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Evaporative Cooling memberikan kinerja mesin pengkondisian udara tipe Split (AS Split) yang lebih baik pada laju aliran air ke EC yang lebih tinggi (1,22 L/menit).Item Pengembangan Energy Efficient Residential Air Conditioning Systems Dengan Encapsulated Ice Thermal Energy Storage Berbasis Mesin Refrigerasi Kompresi Uap Menggunakan Refrigeran Hidrokarbon Substitusi R-22 Yang Ramah Lingkungan(2016-04-20) Aziz, Azridjal; HerisiswantoSiklus refrigerasi/siklus pendingin yang banyak digunakan saat ini adalah Siklus Kompresi Uap (SKU) yang dioperasikan oleh kerja kompresor (Stoecker, 1994). Sasaran penelitian ini adalah Residential Air Conditioning (RAC atau Perangkat Pengkondisian Udara Rumah Tangga) terutama dari sisi kondensor (outdoor unit). Pada perangkat pengkondisian udara (AC) panas yang diserap di ruangan yang dikondisikan oleh evaporator (indoor unit) dibuang percuma tanpa dimanfaatkan di bagian luar ruangan melalui kondensor (outdoor unit). Energi dalam bentuk panas yang terbuang percuma melalui kondensor ini (outdoor unit) dapat digunakan menjadi energi yang bermanfaat sebagai sumber panas untuk memanaskan air (water heater). Dengan penambahan sebuah kondensor dummy setelah kompresor maka panas buang kondensor dapat digunakan sebagai water heater, tanpa mengganggu kerja kondensor utama (outdoor unit), sehingga perlu diteliti pengaruh penambahan kondensor dummy ini terhadap kinerja perangkat pengkondisian udara secara keseluruhan. Pada penelitian ini dari hasil rancangan, digunakan mesin refrigerasi hibrida dengan daya pendinginan 1 PK, dari hasil rancangan dipilih AC Samsung AS09TSMN, daya Low Watt 670 WATT, kapasitas pendinginan 8.900 BTU/jam atau 2,6 kW. AC Samsung ini dimodifikasi menjadi mesin refrigerasi hibrida dengan menambahkan kondensor dummy. Kondensor dummy yang digunakan dibuat dari pipa tembaga 3/8 in dengan panjang 6 meter tipe spiral. Kondensor dummy ditempatkan dalam tangki air panas berkapasitas 50 L dengan isolator panas. Pada mesin refrigerasi hibrida dalam penelitian ini, unit indoor ditempatkan pada ruang uji. Mesin refrigerasi hibrida ini dapat diuji menggunakan refrigeran halokarbon R- 22 maupun refrigeran subsitusi jenis hidrokarbon HCR-22. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kondensor dummy pada RAC hibrida sebagai recovery energi untuk menghasilkan air panas dan sekaligus memberikan ruang yang nyaman, pengaruhnya tidak begitu berarti pada sistem RAC. Recovery energi dari penambahan kondensor dummy, pada RAC hibrida, setelah pengoperasian selama 120 menit terjadi kenaikkan temperatur air dari 30,29 oC menjadi 50,42 oC, sedangkan ada pengoperasian 120 menit kedua temperatur naik dari 50,42 oC menjadi 56,11 oC. Pada pengoperasian 120 menit ketiga setelah 60 menit pengoperasian, beda temperatur tangki sisi atau sisi bahwah cendrung tetap pada 7 oC. Temperatur ruangan dapat dijaga pada temperatur 22 oC baik pada kondisi 1, kondisi 2, kondisi 3, dan kondisi 4. Tidak terlihat perbedaan yang berarti pada temperatur dan tekanan sistem, dengan penambahan kondensor dummy. Tidak terdapat penghematan energi kompresor yang berarti akibat penambahan kondensor dummy. Besarnya manfaat recovery energi untuk pemanasan air, untuk kondisi aktual pada keadaan stedi adalah 1,2 kW atau 1,8 kali daya yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem pendingin, jika dihitung secara teoritis, besarnya adalah 0,65 kali daya yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem pendinginItem Pengembangan Energy Efficient Residential Air Conditioning Systems Dengan Encapsulated Ice Thermal Energy Storage Berbasis Mesin Refrigerasi Kompresi Uap Menggunakan Refrigeran Hidrokarbon Substitusi R-22 Yang Ramah Lingkungan(2016-04-20) Aziz, Azridjal; HerisiswantoPenambahan thermal storage pada instalasi chiller membantu penghematan pemakaian listrik untuk keperluan pengkondisian udara. Berbeda dengan sistem konvensional di atas, brine yang mengalir ke chiller akan didinginkan dan kemudian disirkulasikan sebagian menuju unit pengolah udara dan lainya ke thermal storage. Di thermal storage terjadi pertukaran kalor antara brine dengan air atau cairan dalam kemasan plastik (encapsuled ice), dan diharapkan semua air atau cairan dalam kemasan plastik (encapsuled ice) di dalam storage berubah fasa menjadi es. Kemudian siklus sirkulasi brine berubah dari thermal storage menuju unit pengolah udara sedangkan chiller dalam kondisi mati. Pemakaian listrik pada saat itu hanya untuk menghidupkan pompa saja. Oleh karena itu waktu kerja Chiller perlu disesuaikan dengan waktu kerja Thermal Storage sehingga diharapkan pemakaian listrik dapat seminimal mungkin (Energy Efficient). Idealnya pada jam – jam puncak chiller tidak dinyalakan dan beban pendinginan diatasi oleh thermal storage, akibatnya pemakaian listrik pada jam puncak berkurang (energy efficient). Massa refrigeran hidrokarbon HCR22 yang digunakan pada sistem adalah sebesar 440 gram pada COP 2,221 dengan daya kompresor 0,526 kW. Terjadi penghematan waktu pendinginan selama 20 menit antara proses Charging dan proses DisCharging, dengan penghematan daya listrik untuk operasional sistem 0,6 kW. Pada proses Charging terjadi pemanfaatan panas buang kondensor untuk keperluan pemanasan (energy efficient) .Terjadi pemanfaatan panas buang untuk keperluan pemanasan (energy efficient), pada proses konvensional selama proses pendinginan berlangsung. Penambahan koil pemanas dummy menjaga kestabilan kerja sistem pada pemanfaatan panas buang untuk keperluan pemanasan. Penerapan sistem ice storage untuk keperluan pendinginan di rumah tangga memungkinkan untuk dilakukan, namun terjadi biaya awal investasi yang lebih besar dibanding sistem AC splitItem Kaji Ekperimental Perangkat Pengering Surya (Solar Dryer) Jenis Pemanasan Tidak Langsung Dengan Penyimpan Panas Berubah Fasa Menggunakan Rak Bertingkat(2016-04-20) Afrizal, Efi; Herisiswanto; Aziz, AzridjalAgar waktu pengeringan relatif lebih pendek dan kualitas hasil pengeringan lebih baik, proses pengeringan dilakukan menggunakan teknologi rekayasa surya sebagai hasil perbaikan dari cara pengeringan alami dan tradisional. Pengering Surya (Solar Dryer) merupakan cara pengeringan menggunakan kolektor yang memanfaatkan radiasi energi matahari dengan lebih maksimal (Azridjal, 2004). Pemanfaatan energi surya (solar energy) untuk tujuan pengeringan telah dikenal sejak dahulu sekali, yaitu pengeringan secara langsung (pasif) dengan melakukan penjemuran. Penjemuran langsung merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk proses pengeringan, namun jika diteliti lebih seksama penjemuran langsung membutuhkan waktu yang lebih lama dan kualitas hasil pengeringannya tidak terlalu bagus. Penggunaan rak bertingkat pada pengering surya jenis pemanasan tidak langsung bertujuan memaksimalkan pemanfaatan udara panas dan memaksimalkan pemakaian ruang pengering, sehingga alat pengering menjadi lebih kompak dan efisien dalam penerimaan udara panas. Pemanfaatan penyimpan panas berubah fasa pada kolektor menghasilkan panas yang lebih lama dan merata walaupun intensitas cahaya matahari mulai berkurang. Pada penelitian ini direalisasikan sebuah perangkat pengering surya (solar dryer) menggunakan rak bertingkat. Perancangan yang dibahas disini adalah untuk kolektor surya jenis plat datar dengan fluida kerja udara. Perancangan meliputi perencanaan dan perhitungan desain termal serta desain konstruksi dari bagian-bagian utama kolektor. Kolektor dirancang dengan luas 1,6 m2 untuk kenaikan temperatur udara 30 0C, laju aliran massa 1,094876 x 10-2 kg/s dan efisiensi diharapkan sebesar 35%. Besar kenaikan temperatur udara serta efisiensi kolektor dipengaruhi oleh sifat-sifat radiasi kaca penutup dan pelat absorber besar intensitas energi surya yang diterima dan laju massa udara yang mengalir dalam kolektor. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengeringan yang dilakukan menggunakan kolektor memberikan kualitas hasil pengeringan yang lebih baik, waktu pengeringan lebih cepat ± ½ - 1 hari (tergantung produk yang dikeringkan) dibanding pengeringan dengan dijemur langsung. Pengeringan menggunakan penyimpan panas berubah fasa sedikit lebih cepat dan merata pengeringannya dibanding tanpa penyimpan panas berubah fasa.Item Kaji Eksperimental Mesin Refrigerasi Kompresi Uap Hibrida Memanfaatkan Panas Buang Perangkat Pengkondisian Udara Sebagai Pompa Panas Pada Lemari Pengering (Drying Room) Menggunakan Refrigeran Hidrokarbon Subsitusi R-22(2016-04-20) Herisiswanto; Afrizal, Efi; Aziz, AzridjalRefrigeran halokarbon seperti R22 yang sering digunakan pada sistem refrigerasi telah diketahui berpotensi merusak lapisan ozon, sehingga pemakaiannya harus dihentikan. Dan sebagai gantinya digunakan refrigeran hidrokarbon, salah satunya adalah HCR22 yang ramah lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan suatu kaji eksperimental untuk membandingkan antara HCR22 dan R22 dengan menggunakan mesin pendingin kompresi uap hibrida. Kajian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui prestasi dan karakteristik dari mesin kompresi uap hibrida dengan menggunakan HCR22 dan R22, serta pemanfaatan panas buang untuk pemanas air (water heater) untuk berbagai keperluan air panas. Hasil penelitian yang didapat, menunjukkan terjadi penghematan massa refrigeran HCR22 sebesar 51,16 % dengan laju pendinginan dan laju pemanasan baik refrigeran hidrokarbon maupun refrigeran halokarbon memperlihatkan hasil yang relatif sama. Dampak pendinginan dengan refrigeran hidrokarbon HCR22 naik 18,8 % sedangkan dampak pemanasan turun 9,43 %. Daya kompresor dengan refrigeran HCR22 lebih hemat 25,04 % dibanding dengan menggunakan R22. Kinerja performansi mesin kompresi uap hibrida meningkat dengan menggunakan Hidrokarbon HCR22. COP naik 57,38 %, PF naik 20,71 %, TP naik 35,43 %. Air panas yang dihasilkan dengan refrigeran hidrokarbon HCR22 rata-rata 40,76 oC pada tekanan kondensor 262,33 Psi sedangkan dengan R22 rata-rata 45,7 oC, pada tekanan kondensor rata-rata 363 Psi. Tekanan kerja kondensor rata-rata dengan HCR22 yang lebih rendah 27,8 % dibandingkan R22 memberikan tekanan kerja yang lebih aman dan awet bagi kompresor untuk pemakaian jangka panjang.Item Pengembangan Cold Storage Hemat Energi Sebagai Mesin Refrigerasi Hibrida Memanfaatkan Panas Buang Kondensor Pada Drying Room Menggunakan Refrigeran Hidrokarbon Subsitusi R-22(2016-04-20) Aziz, Azridjal; HerisiswantoMesin refrigerasi/pendingin yang paling umum digunakan adalah mesin refrigerasi siklus kompresi uap. Sejumlah energi dibutuhkan untuk menghasilkan efek pendinginan. Di sisi lain, panas dibuang oleh sistem ke lingkungan untuk memenuhi prinsip-prinsip termodinamika. Panas yang terbuang ke lingkungan biasanya terbuang begitu saja tanpa dimanfaatkan. Demikian juga pada mesin pompa panas, sejumlah energi dibutuhkan untuk menghasilkan efek pemanasan dengan cara menyerap panas dari lingkungan. Panas yang diserap dari lingkungan sebetulnya dapat digunakan untuk mendinginkan sesuatu, tapi biasanya cenderung dibiarkan terbuang. Bertolak dari kasus mesin refrigerasi dan mesin pompa panas diatas , maka dikembangkan suatu sistem yang menggunakan prinsip refrigerasi dan pompa panas pada satu mesin, yang disebut mesin refrigerasi kompresi uap hibrida. Refrigeran halokarbon seperti R22 yang sering digunakan pada sistem ini belakangan diketahui berpotensi merusak lapisan ozon, sehingga pemakaiannya harus dihentikan. Dan sebagai gantinya digunakan refrigeran hidrokarbon, salah satunya adalah HCR22 yang ramah lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan Cold Storage Hemat Energi yang memanfaatkan chiller hasil pendinginan di evaporator untuk menghasilkan air dingin bertemperatur 0oC yang akan digunakan di koil pendingin. Kajian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dari mesin kompresi uap hibrida dengan menggunakan refrigeran hidrokarbon subsitusi R22. Hasil penelitian menunjukkan: penggunaan massa refrigeran hidrokarbon HCR22 optimum pada mesin kompresi uap hibrida 400 gram pada COP 2,546. Terjadi penghematan/pemanfaatan energi sebesar daya pemanasan yaitu 58,12% yang dapat digunakan untuk pemanasan ruang atau untuk pengeringan. Penggunaan koil dummy air panas pada sisi panas (kondensor) sangat penting untuk menjaga kestabilan termodinamik mesin pendingin kompresi uap hibrida. Beda temperatur rata-rata antara koil pemanas/koil pendingin dengan temperatur ruang panas/temperatur ruang pendingin berkisar 3 – 5 oC. Penggunaan tangki air dingin kapasitas 45 liter sebagai thermal energy storage dengan temperatur awal 0 oC pada kondisi ice on coil dapat mempertahankan ruang dingin pada temperatur 24 oC selama 120 menitItem Pengembangan Perangkat Pengering Surya (Solar Dryer) Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas Berubah Fasa Menggunakan Rak Bertingkat(2016-04-20) Afrizal, Efi; Aziz, AzridjalPenjemuran langsung merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk proses pengeringan, namun jika diteliti lebih seksama penjemuran langsung membutuhkan waktu yang lebih lama dan kualitas hasil pengeringannya tidak terlalu bagus. Cara agar waktu pengeringan relatif lebih pendek dan kualitas hasil pengeringan lebih baik, proses pengeringan dilakukan menggunakan teknologi rekayasa surya sebagai hasil perbaikan dari cara pengeringan alami dan tradisional. Pengering Surya (Solar Dryer) merupakan cara pengeringan menggunakan kolektor yang memanfaatkan radiasi energi matahari dengan lebih maksimal (Azridjal, 2004). Digunakannya rak bertingkat pada pengering surya jenis pemanasan langsung bertujuan memaksimalkan pemanfaatan udara panas dan memaksimalkan pemakaian ruang pengering, sehingga alat pengering menjadi lebih kompak dan efisien dalam penerimaan udara panas. Pemanfaatan udara panas pada rak bertingkat lebih merata dan menyentuh keseluruhan bahan dan produk yang akan dikeringkan. Pada penelitian ini digunakan sebuah perangkat pengering surya (solar dryer) menggunakan rak bertingkat. Alat pengering yang digunakan disini adalah untuk kolektor surya jenis plat datar dengan fluida kerja udara. Kolektor yang digunakan mempunyai luas absorber 1,6 m2 untuk kenaikan temperatur udara 30 0C, laju aliran massa 1,094876 x 10-2 kg/s dan efisiensi diharapkan sebesar 55%. Besar kenaikan temperatur udara serta efisiensi kolektor dipengaruhi oleh sifat-sifat radiasi kaca penutup dan pelat absorber besar intensitas energi surya yang diterima dan laju massa udara yang mengalir dalam kolektor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan yang dilakukan menggunakan kolektor memberikan kualitas hasil pengeringan yang lebih baik, waktu pengeringan lebih cepat ± ½ - 1 hari (tergantung produk yang dikeringkan) dibanding pengeringan dengan dijemur langsung. Rata-rata hasil pengeringan dengan kolektor 76,7% dan hasil pengeringan dijemur langsung 67.56%.Proses pengeringan dengan menggunakan kolektor lebih cepat bila dibandingkan dengan cara tradisional serta kualitas dari bahan yang dikeringkan lebih baikItem Respon Gelombang Terhadap Perubahan Freeboard dan Geometris Struktur Pemecah Gelombang(2015-12-15) Fatnanta, FerryPermasalahan muncul pada daerah pantai adalah abrasi pantai yang terutama disebabkan oleh aktivitas gelombang laut. Salah satu metode menanggulangi erosi pantai adalah penggunaan struktur pemecah gelombang. Namun struktur pemecah gelombang tipe armour stone atau beton tidak ekonomis apabila dilaksanakan pada daerah-daerah pantai berpasir yang terpencil serta terbatas fasilitas infrastrukturnya maupun sumber material konstruksi. Pada umumnya jenis tanah pantai merupakan hasil sedimentasi sungai-sungai yang bermuara di pantai tersebut. Sesuai sifat fisik tanah sedimen, jenis tanah di daerah pantai merupakan tanah pasir sampai lanau (sandy to silty soils) sehingga jarang ditemukan sumber material batu pada daerah itu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, diusulkan pemecah gelombang dengan kantong pasir. Pada saat ini penggunaan kantong pasir dalam rekayasa pantai sebagai submerged artificial reef untuk surfing area pada daerah pariwisata serta revetment pada tebing pantai (on shore) namun informasi mengenai karakteristik transmisi gelombang kantong pasir masih sangat sedikit (Pilarczyk, 2000) serta belum secara lengkap dan jelas diperoleh informasi mengenai stabilitas struktur tersebut. Dengan demikian diharapkan penelitian ini akan diperoleh pertama mengenai bentuk perumusan model hubungan koefisien transmisi gelombang sebagai fungsi variabel pengujian yaitu tinggi dan periode gelombang datang, free board, lebar puncak penahan gelombang kantong pasir tipe tenggelam. Penelitian ini merupakan eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut Teknik Lautan Fakultas Teknologi Kelautan ITS. Pengujian ini bersifat 2 dimensi (2-D). Bentuk kantong pasir dibuat menjadi 2 tipe yaitu bentuk guling, B1 dan bentuk bantal, B2. Dimensi kantong adalah panjang 16,5cm dan diameter 10cm untuk kantong jenis B1, sedangkan kantong B2 mempunyai ukuran lebar 14cm, panjang 17cm dan tebal maximum kira-kira 5,0cm. Berat volume pasir adalah 1537 kg/m3, ditentukan skala model adalah 1 : 10, maka berat model adalah 1,85 kg. Gelombang yang digunakan adalah gelombang reguler dan irreguler untuk pengujian transmisi. Pada pengujian transmisi, rentang periode gelombang antara 1.00 – 2.00 detik, sedangkan tinggi gelombang antara 5cm – 16cm. Untuk gelombang irreguler dipakai Jonswap.Item Kinerja Portal Beton Bertulang Dua Dimensi Berdasarkan Beban Dorong Statis Nonlinier(2015-07-30) Djauhari, Zulfikar; Rahmat, BaihaqiKecenderungan untuk beralih dari Strength Base Concept ke Performance Based Concept menuntut perubahan metoda dari elastis linier ke metoda inelastis non-linier. Analisa Beban Dorong {Pushover analysis) Non-linier sebagai salah satu alternatif metoda yang mampu memberikan gambaran prilaku inelastis dari eleir.en-elemen struktur tiap tahap pembebanan, sehingga dapat memberikan gambaran taraf kinerja {performance level) dari struktur. Analisa pushover adalah analisa dengan beban statis yang bertahap ditingkatkan {incrementally) sesuai pola pembebanan {load pattern) kepada struktur dalam satu arah {monotonic) sampai suatu kondisi batas yang diinginkan. Hasilnya berupa kurva kapasitas {pushover capacity curve) Analisa dilakukan pada model struktur enam tingkat dengan daktalitas penuh (// w 4,0) pada Wilayah 1 peta gempa Indonesia, dengan menggunakan pola beban statis equivalen. Model struktur dianalisa terhadap mekanisme keruntuhan, perbandingan base shear dan roof displacement serta taraf kinerjanya {perfmnance level) pada performance point. Hasil analisa menunjukan model struktur mengalami luluh pertama pada (12000,289 kg; 2,464 cm), Perpindahan dan beban maksimum dicapai pada tahap kcempat pembebanan yaitu (22125,672 kg; 8,934 cm). Fer/ormance point dicapai pada saat spektrum kapasitas menunjukan nilai (0,348g; 2,785 cm) dengan /' ^ 0,567 detik dan redaman efektif model sebesar /? = 7,48 %, atau secara aktual kurva kapasitas menunjukan nilai (16974,712 kg; 3,621cm). Sendi plastis pertama kali terbentuk pada kolom tingkat atas struktur, dan keruntuhan diakibatkan efek soft story. Dari performance point diketahui bahwa model struktur berada pada taraf kinerja Immediate Occupancy {/()) akibat mengalami gcmpa kecil sampai sedang dari respon percepatan struktur Wilayah 1 Indonesia dengan taraf kerusakan ringan.Item Pencucian Kimia Secara Forward Flushing Pada Membran Ultrafiltrasi Selulosa Asetat Sistem Aliran Dead End Dalam Proses Pengolahan Emulsi Minyak(2015-07-30) Syarfi; Edward; Gaffar, Desrizal; Rachim, SaytuAplikasi pemisahan emulsi minyak dalam air menggunakan membran menunjukan terjadinya fenomena fouling. Foulant penyebab fouling cenderung bersifat reversibel dan irreversible. Pereduksian foulant dapat dilakukan dengan pencucian kimia. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari efisiensi dan efektivitas pencucian dari agent chemical cleaning (NaOH, HCl dan HNO3) untuk foulant emulsi minyak. Operasi pencucian membran UF selulosa asetat sistem aliran dead end dilakukan secara forward. Pembilasan dilakukan selama 30 menit dengan tekanan 0,5 bar, begitu juga dengan pencucian kimia. Variasi konsentrasi chemical cleaning agent adalah 0,1, 05, dan 1 N. Perbandingan emulsi minyak yaitu 5%:95% di-treatment selama 60 menit dengan variasi tekanan umpan 0,5; 1 dan 1,5 bar. Hasil penelitian ini menunjukan, pencucian dengan NaOH 1 N lebih efisien. Efektivitas rata-rata pencucian mencapai 29,82 % seteiah dicuci dengan NaOH, 16,40 % menggunakan HCl dan 8,80 % saat menggimakan HNO3. Kata Kunci: Pencucian Kimia, Fouling Membran UF, Emulsi MinyakItem Pengaruh Permeabilitas Dan Kedalaman Dalam Mempercepat Proses Infiltrasi Pada Sumur Resapan Berpenampang Lingkaran(2015-07-30) Siswanto; Darmayanti, LitaPenelitian ini berlokasi di areal kampus Universitas Riau, tepatnya di samping Gedung Rektorat Universitas Riau Pekanbaru, yang dilaksanakan mulai awal bulan April 2009. Setelah diadakan ya penelitian ini maka diperoleh data-data infiltrasi dilapangan dengan menggunakan alat Single Ring Infilrometer, dan sumur resapan. Untuk uji permeabilitas dilakukan di laboratorium mekanika tanah Fakultas Teknik, Uiversitas Riau. Berdasarkan data penelitian dilapangan yang dilakukan selama lima kali percobaan dan setelah dianalisis dengan metode Norton (f(t) = fc + (fO - fc) z ' ) didapat besar laju infiltrasi dengan menggunakan infiltrometer single ring dengan diameter 27 cm dan tinggi 55 cm pada 5 titik berbeda berturut-turut sebesar 1,8 cm/jam, 1,5 cm/jam, 1,2 cm/jam, 1,2 cm/jam, 0,9 cm/jam, dengan rata-rata l,32cm/jam, sehimgga dapat diketahui bahwa laju infiltrasi pada daerah tersebut sebesar 1,32/jamItem Produksi Asap Cair Sebagai Pengawet Bahan Pangan Pengganti Formalin Yang Berbasis Limbah Padat Sawit(2015-07-29) Padil; Aman; SunarnoSalah satu hal yang menghambat pemasaran savvit Indonesia di pasar Eropa adalah isu masalah lingkungan. Kesan yang timbui bahwa industri sawit Indonesia meriisak lingkungan sengaja dimunculkan oleh mereka sebagai alat untuk menerapkan trade barrier. Oleh sebab itu upaya perbaikan management harus diarahkan pada terbentuknya suatu sistem management. Lingkungan termasuk didalamnya teknik zero waste management (Dole. 1989) pada seluruh tahap kegiatan sampai dapat mencapai predikat ecolabelliiy. Salah satu ruang lingkup program untuk menghasilkan teknik zero waste adalah Memanfaatkan Limbah Padat Industri Sawit Menjadi Produk Yang Bernilai Ekonomis. Limbah padat sawit tersebut pada hakekatnya hanya limbah, ternyata merupakan sumber senyawa-senyawa yang penting dari hasil pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kelompok-kelompok terpenting dari senyawa tersebut meliputi fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, ester, lakton dan hidrokarbon aromatik polisiklik (Hamm,1977). Fenol mempunyai sifat antibakteri dan antioksidasi.Item Pengaruh Kecepatan Pengadukan Pada Proses Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas Linneaus) Dengan Menggunakan Katalis Abu Tandan Sawit(2015-07-28) IrdoniPenelitian ini mengenai pengaruh kecepatan pengadukan pada proses pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar {Jatropha Curcas Linneam). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Alam dan Mineral Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kecepatan pengadukan pada proses pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar dengan menggunakan katalis Abu Tandan Sawit (K2CO3) yang dipijarkan dengan suhu 600 "C. Metode pembuatan biodiesel melalui dua tahap proses yakni esterifikasi dan transesterifikasi dengan kecepatan pengadukan 100 rpm, 150 rpm, dan 200 rpm selama 1 jam tiap pengadukan. Karakteristik biodiesel dianalisis menurut Erliza Hambali, dkk, Gubitz, et al, Haas dan Mittelbach, dan Azam, et al. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biodiesel yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu karakteristik biodiesel. Kecepatan pengadukan yang terbaik yakni 150 rpm karena memenuhi seluruh karakteristik biodiesel yaitu densitas 0,875 g/cm^ viskositas 0,11 cSt, kadar air 0,025 %b/b, bilangan asam 0,78 mg KOH/g minyak, kadar asam lemak bebas (ALB) 0,39 %, bilangan penyabunan 195,44 g KOH/g minyak, bilangan iod 87,71 g I2/IOO g minyak dan bilangan setana 54,49. Kata Kunci: Jarak pagar, minyak, kecepatan pengadukan, transesterifikasi, abu tandan sawit, minyak jarak pagar, metanol, biodiesel.Item Pengembangan Produksi Bioetanol Dari Reject Pulp Pabrik Pulp & Paper Dengan Proses Sakarifikasi & Ko Fermentasi Serentak(2015-07-27) Chairul; Amraini, Said Zul; Muria, Sri RejekiReject pulp merupakan limbah padat dari industri Pulp and Paper. Reject pulp adalah sisa potongan kayu yang tidak sempurna dimasak pada tangki digester pabrik pulp karena adanya mata kayu {knot) dan ukurannya tidak memenuhi standar pulp . Komposisi reject pulp terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan ekstraktif. Selulosa dan hemiselulosa reject pulp dapat dikonversi menjadi bioetanol. Teknik konversi reject pulp menjadi bioetanol dilakukan dengan metode Sakarifikasi dan ko-fermentasi serentak (SKFS). SKFS merupakan modifikasi dari sakarifikasi dan fermentasi serentak (SFS) dimana SKFS dihubungkan pada fermentasi gula pentosa (xilosa) dan gula heksosa (glukosa) menjadi bioetanol menggunakan dua atau lebih agen fermentasi sementara proses sakarifikasinya merupakan reaksi hidrolisis enzimatik. Pada penelitian ini reject pulp yang digunakan berasal dari PT.RAPP berlokasi di Pengkalan Kerinci Kabupaten Palalawan Propinsi Riau. Reject pulp dicuci dengan air kemudian dikeringkan dan dihaluskan menjadi ukuran 40-60 mesh selanjutnya ditentukan komposisinya Kemudian reject pulp dikonversi menjadi bioetanol melalui proses Sakarifikasi dan ko-fermentasi serentak (SKFS). Tahap hidrolisis menggunakan kombinasi enzim selulase, enzim xilanase, dan enzim selubiose. Tahap fermentasi menggunakan kombinasi khamir Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis segar dari stok pembiakan masing-masing diinokulasi dalam medium inokulasi (glukosa, 10 gl'^; yeast extract, 1 gl"'; KH2PO4, 0,1 gf'; MgS04.7H20, 0,1 gl"'; dan (NH4)2S04, 0,1 gl"'). Sebelum diinokulasi, medium disterilisasi uap dalam autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit, kemudian didinginkan. Setelah dingin khamir dimasukan ke dalam medium lalu dishaker selama 24 jam. Kemudian konsentrasi sel khamir dalam satuan optical density (OD) dianalisis menggunakan Spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Reject pulp sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukan ke dalam erlenmeyer 100 ml, lalu ditambahkan nutrien medium, Na-sitrat buffer (0,1 M) (pH = 4; 4,5; 5; 5,5 dan 6) dan aquades hingga total volume media fermentasi 27,5 mL. Kemudian disterilisasi uap dengan menggunakan autoclave selama 15 menit. Setelah dingin kemudian ditambahkan enzim masing-masing 0,05 gram selulase, 0,05 gram xilanase dan inokulum khamir masing-masing 7,5 ml inokulum Saccharomyces cerevisiae dan 7,5 ml inokulum Pichia stipitis. Campuran media SKFS dishaker sesuai variabel waktu (6, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam). Hasil proses SKSF kemudian dipisahkan dengan menggunakan sentifuge tube sehingga diperoleh cairan bersih. Cairan bersih yang diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan Gas Kromatografi (Shimadzu GC- 14B, Kolom Poll (Shimadzu GC-14B, Kolom Poll Etilen Glikol Adipat (PEG-20).Item Dampak Perilaku Penduduk Dan Sistim Drainase Terhadap Perkembangan Parasit Nematoda Usus Pada Pemukiman Kurang Sehat Di Kota Pekanbaru(2015-07-08) Zoebar, Yusril; Pato, Usman; Wahyuni, DenaiSecara umum penelitian ini bertujuan unluk meneiaah dampak periiakii penduduk dan sistim drainase pemukiman di daerah perkotaan yang tidak higienis dipandang dari aspek kesehatan lingkungan. Kondisi drainase lingkungan pemukiman kurang sehat di Kota Pekanbaru dapat dibedakan dari tiga bentuk dari drainasenya, atas sistem rancangan konstruksi yang terdiri dari sistem drainase permanen, semi permanen, dan sistem drainase konvensionai. Kondisi air buangan dalam drainase dibagi atas dua kelompok kondisi drainase dengan air tergenang dan tidak tergenang. Luaran dari penelitian ini Pertama, adalah dipahaminya bahwa perilaku penduduk dan sistim drainase yang tidak higienis dapat mengakibatkan timbulnya penyakit infeksi parasit nematoda usus di lingkungan pemukiman. Keclua, untuk dapat mengetahui jenis-jenis parasit nematoda usus yang terdapat tanah lingkungan pemukiman dan tingkat kepadatannya, serta hubungan kondisi drainase dengan frekuensi kehadiran telur dari berbagai Jen:s parasil nematoda usus ditanah lingkungan pemukiman yang cenderung menginfcksi manusia, dengan cara menerapkan perencanaan dan perancangan drainase pemukiman Jangka panjang untuk kesehatan dan kesejahteran masyarakat. Lokasi pengambilan sampel serta data penduduk dan sistem drainase untuk penelitian ini dilakukan di tiga lokasi yang terpilih dalam kriteria pemukiman kurang sehat di Kota Pekanbaru.Item Penanggulangan Irreversible Fouling Membran Ultrafiltrasi Selulosa Asetat Pada Proses Penyisihan Kurkumin (Zat Warna)(2015-07-08) Herman, Syamsu; Syarfl Mx.; Edward HsAplikasi pemisahan menggunakan membran telah banyak di lirik, selama proses penggunaan membran menunjukan terjadinya fenomena fouling. Foulant penyebab fouling cenderung bersifat reversibel dan irreversible. Pereduksian foulant dapat dilakukan dengan pencucian kimia. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari efisiensi dan efektivitas pencucian dari agent chemical cleaning (NaOH, HCi dan HNO3) pada penyisihan kurkumin (zat warna). Operasi pencucian membran UF selulosa asetat sistem aliran dead end dilakukan secara forward. Pembilasan dilakukan selama 30 menit dengan tekanan 0,5 bar, begitu juga dengan pencucian kimia. Variasi konsentrasi chemical cleaning agent adalah 0,1, 05, dan 1 N . Penyisihan kurkumin dilakukan selama 60 menit pada tekanan umpan 1 bar. Hasil penelitian ini menunjukan, pencucian menggunakan larutan NaOH terbukti lebih efisien dibandingkan dengan HNO3 dan HCi. Konsentrasi yang tinggi belum tentu mengoptimalkan efisiensi pencucian, hal ini tergantung pada bahan kimia yang digunakan. Nilai PR tertinggi adalah 73,63% pada penggunaan NaOH 0,5 N. Nilai RR tertinggi mencapai 29,94% pada penggunaan HCI 1 N. Efektivitas rata-rata NaOH mencapai 15,57% namun efektivitas menurun hingga -3,10 % jika menggunakan HCI sedangkan HNO3 -15,52 %. Efektivitas tertinggi mencapai 20,11% yakni menggunakan NaOH 1 N.Item Modifikasi Modular Fixture Untuk Prosess Freis, Drill Dan Sekrap(2015-07-07) Nazaruddin; Susilawati, AnitaUntuk kebutuhan industri memproduksi komponen-komponen suatu alat atau mesin, dibutuhkan suatu alat bantu yang dapat memegang dan menahan benda kerja saat dilakukan permesinan. Banyak industri-industri masih menggunakan tipe single fixture untuk membantu memegang benda kerja, sehingga biaya pembuatan menjadi besar dan memerlukan waktu yang lama. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan suatu alat bantu pegang yang tleksible. Salah satu alat bantu pegang tersebut adalah modular fixture. Penelitian bertujuan untuk merancang, membuat dan menguji alat bantu pegang modular fixture, yang dapat memegang bermacam variasi/bentuk benda kerja yang rumit (sulit dipegang dengan alat bantu pegang biasa) dengan berbagai proses pemesinari/'pengerjaan seperti freis, drill dan sekrap dan dapat menghasilkan alat bantu yang akurat dan presisi. Juga melakukan analisa pengujian pada 3 bentuk benda kerja, seperti: pembuatan spie pada benda silindris, pembuatan lubang dan spie pada roda gigi, dan pembuatan slot dan lubang pada benda persegi empatItem Pengembangan Model Pengembangan Peramalan Intrusi Air Laut di Estuari Menggunakan Pendekatan Softcomputing(2015-07-07) Suprayogi, Imam; Fatnanta, FerryAir merupakan sumberdaya alam karunia Allah SWT, yang sangat dlperlukan oleh tnanusia sepanjang masa dan menjadi bagian hidup dari kebutuhan dasar manusia yang sangat penting. Semua kegiatan kehidupan rnanusia dari kebutuhan pangan hingga pertumbuhan industri memerlukan air dengan jumlah yang cukup dan dengan kualitas sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian air tidak hanya diperlukan sebagai bahan kebutuhan pokok untuk kehidupan tetapi juga diperlukan sebagai komoditi ekonomi (Isnugroho, 2002).