Browsing by Author "Nasrul, Besri"
Now showing 1 - 17 of 17
Results Per Page
Sort Options
Item Analisi Digital Landsat Etm + Untuk Mengindentifikasi Sistem Agroforestri Daerah Riau(2013-08-29) Nasrul, Besri; Hamzah, Anthony; IdwarThe objectives were to identify land characteristics of agroforestry system that influencing its benefit value, and to compile criteria of site specific. Location were identified by the Landsat 7 ETM+ that designed in the land use utilization type: rubber agroforestry is identified by cyan old (RGB pixel 143,37; 173,04; 96,03) and palm oil agroforestry is identified by varying bright green-green (red-green-blue pixel 33-145; 142-253; 46-139). In each the land use utilization type done by measurement of land characteristics, cost the inputs, and price the benefits. The maximum likelihood classification system is used for classification; the benefit values were calculated by benefitcost ratio; the suitabilify criteria of site specific were compiled by cluster analysis. The economic suitability criteria of rubber are: I (4,18-3,94); II (3,94-3,15); IH (3,15-2.73); IV (2,73-2,31), the economic suitability criteria of palm oil are: I (3,30-2,72); II (2,72-2,07); ffl (2,07-1,38); FV (1,38-1,18), and would be base saturation, exchangeable Ca, and Mg. These criteria can be used to evaluate of suitability for tiie agroforestry system rubber and palm oil in RiauItem Analisis Tingkat Bahaya Erosi Di Daerah Aliran Sungai Kampar Bagian Hulu(2018-04-10) Irianti, Mitri; Nasrul, Besri; Idwar, IdwarThe upstream of Kamparwatershed represent the part of Siak Watershed in the Province of Riau which has been degradated.This research aims to determine the location, wide, and degree of the land criticality according to the erosion hazard level in the upstream of Kampar watershed. So the research can determine the way, type, and priorities of watershed management. This research used survey method and laboratory analysis of soil samples. The survey was done by observing the land use and conservation applied to the land unit. The data collected were rainfall, soil characteristics, slopes, crop management, and land conservation techniques. The obtained data were analyzed using the USLE formulation to define the erosion hazard level of the upstream Kampar watershed. The results found that the erosion of the upstream Kampar watershedis in the high category. The best practices to reduce the level of erosion hazard in the upstream Kampar watershed are improving the crop management and land conservation techniques in an integrated manner on each land unit.Item DAMPAK REKLAMASI LAHAN PASANG SURUT TYPE B TERHADAP KUALITAS LAHAN DAN POTENSI PRODUKSI TANAMAN SAWIT (Elaeis Guineensis. Jacq) Dl SCHEME KUALA CENAKU KABUPATEN INDRAGIRI HULU(2014-02-14) Armaini; Nasrul, Besri; Manurung, GulatType B tidal land in the District of Indragiri HuIu Regency Kuala Cenaku Reclaimed for cultivation of food crops in 1997 and 20% of the land is converted to oil palm plantations. Reclamation for the settings cause changes in pH of soil drainage and pyrite is oxidized, thus affecting nutrient availability to plants. It should be examined on land quality, crop nutrient uptake, oil production potential, the implementation of oil palm cultivation technology and its relation to social economic and farming system analysis in order to determine the impact of reclamation and the ability of communities in landmanagement. The research was conducted through a survey approach, purposively sampling random sampling and by selecting a planting site that has been producing oil with a maximum of I0 years of age. The results showed that soil texture component is dust> 70%, clay 21-28%, and sand <3%. Leaching and loss of land caused a layer of peat and organic matter in the soil surface decreased. Soil water content and bulk density is still on the threshold of adequate. Based on the content of base cations, it include in Zone II land and the influence of sea water with fresh water are balance. The level of soil fertility is low to moderate deficiency of macro element and non-visible symptoms of excess and deficiency of micro elements. Production of 23% -44% of potential oil production BPKS. Implementation of the cultivation technology of 90% in the-medium category, which examined social factors are not dominant in influencing the implementation. It is expected that the role of farmers to maintain channels and building floodgates, technical application specific culture through the study of fertilizer application efficiency,physical improvements and maintain the sustainability of soil fertility and crop farm with-multtple cropping pattern.Item DAYA DUKUNG WILAYAH DAN POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT DI KABUPATEN BENGKALIS(2013-04-23) Nasrul, Besri; Syahza, AlmasdiKelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dan strategis di daerah Riau karena peranannya yang cukup besar dalam mendorong perekonomian rakyat. Luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis tahun 2006 mencapai 92.934 ha dengan produksi tandan buah segar sebesar 1.280.971 ton, sebagian besarnya terdapat di Kecamatan Mandau dan Pinggir. Peluang untuk pengembangan sektor industri hilir cruide palm oil dan turunannya cukup terbuka bagi daerah ini terutama karena ketersediaan sumberdaya alam/lahan dan tenaga kerja. Analisis daya dukung wilayah dilakukan dengan dua model perhitungan, yakni perhitungan dengan hanya memperhatikan tanaman menghasilkan dan perhitungan dengan memasukkan tanaman belum menghasilkan. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa, Kabupaten Bengkalis memperlihatkan kemampuan yang tinggi terhadap penyediaan bahan baku pabrik kelapa sawit. Ini dibuktikan angka daya dukung wilayah sebesar 3,771 (hanya tanaman menghasilkan), apabila dengan memperhitungkan tanaman menghasilkan dan belum menghasilkan angka DDW mencapai 5,971. Angka ini memperlihatkan kemampuan bahan baku untuk pengembangan pabrik kelapa sawit baru. Pengembangan industri turunan dari produk CPO dapat meningkatkan multiplier effect ekonomi di wilayah sekitarnya. Pembangunan industri kelapa sawit berdampak terhadap kegiatan hulunya, antara lain: munculnya peluang usaha bagi masyarakat sekitar dan meningkatnya pendapatan petani kelapa sawit setara dengan UD $ 2.989 per tahun.Item DAYA DUKUNG WILAYAH DAN POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT DI KABUPATEN BENGKALIS(2012-11-12) Nasrul, Besri; Syahza, AlmasdiKelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dan strategis di daerah Riau karena peranannya yang cukup besar dalam mendorong perekonomian rakyat. Luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis tahun 2006 mencapai 92.934 ha dengan produksi tandan buah segarsebesar 1.280.971 ton, sebagian besamya terdapat di Kecamatan Mandau dan Pinggir. Peluang untuk pengembangan sektor industri hilir cruide palm oil dan turunannya cukup terbuka bagi daerah ini terutama karena ketersediaan sumberdaya alam/lahan dan tenaga kerja. Analisis daya dukung wilayah dilakukan dengan dua model perhitungan, yakni perhitungan dengan hanya memperhatikan tanaman menghasilkan dan perhitungan dengan memasukkan tanaman belum menghasilkan. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa, Kabupaten Bengkalis memperlihatkan kemampuan yang tinggi terhadap penyediaan bahan baku pabrik kelapa sawit. Ini dibuktikan angka daya dukung wilayah sebesar 3,771 (hanya tanaman menghasilkan), apabila dengan memperhitungkan tanaman menghasilkan dan belum menghasilkan angka DDW mencapai 5,971 .Angka ini memperlihatkan kemampuan bahan baku untuk pengembangan pabrik kelapa sawit baru. Pengembangan industri turunan dari produk cruide palm o//dapat meningkatkan multiplier effect ekonomi di wilayah sekitamya. Selain itu, berdampak terhadap kegiatan hulunya, yaitu munculnya peluang usaha bagi masyarakat sekitardan meningkatnya pendapatan petani kelapa sawit setara dengan UD $ 2.989 pertahun.Item Indikator Penilaian Lahan Spesifik untuk Analisis Kualitas Gambut di Bawah Tegakan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Riau(2012-10-24) Nasrul, Besri; Idwar; Maryani, Anis Tatik; WardatiPerkebunan kelapa sawit yang diusahakan pada lahan gambut di Provinsi Riau telah menimbulkan banyak perubahan kualitas tanah. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat perubahan kualitas gambut dan membangun indikator penilaian gambut spesifik di bawah tegakan kelapa sawit di Provinsi Riau sehingga dapat digunakan secara tepat dan akurat untuk memonitor kualitas gambut. Sifat-sifat gambut yang dijadikan indikator adalah fisika (berat isi, bearing capacity, kadar air, ketebalan, kematangan gambut, subsidence, substratum, permiabilitas, muka air); kimia (salinitas, redoks, pH, C-organik, N-total, P2O5, basa-basa, Fe, Cu, Zn, Mn, kadar abu dan serat); biologi (total populasi mikroorganisme, respirasi, C-mix). Penelitian tahun pertama dilakukan di Bengkalis dan Siak (kawasan SM Giam Siak Kecil dan sekitarnya) dengan tahapan pembuatan peta satuan lahan; analisis sifat-sifat gambut dan perkebunan kelapa sawit swasta, negara, rakyat; dan analisis statistika untuk membangung indikator penilaian tentatif. Pada tahun kedua, dilakukan pengujian dengan perkebunan kelapa sawit yang sejenis di luar daerah penelitian (Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir). Pengujian indikator dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa jauh indikator tentatif dapat memprediksi tingkat kualitas tanah gambut. Hasil pengujian tahap ini mengindikasikan bahwa indikator yang telah didapatkan betul-betul spesifik untuk memonitor perkebunan kelapa sawit yang diusahakan pada lahan gambut di Provinsi Riau.Kelas kesesuaian lahan yang terbentuk pada LUT usahatani perkebunan kelapa sawit di daerah penelitian dapat mencerminkan tingkat produksi sekaligus BCRnya, dan semua usahatani perkebunan menunjukkan nilai BCR lebih besar dari satu. Dengan investasi yang lebih besar pada input pupuk, maka perusahaan perkebunan memperoleh manfaat yang lebih besar dibanding perkebunan plasma atau rakyat. Kriteria kesesuaian produksi (kg tandan buah segar/ha/th) dan BCR untuk sistem usahatani perkebunan kelapa sawit disusun atas empat kelas: I (16.932,20-18.778,76 dan 3,43-3,59); II (16.392,20-16.932,20 dan 2,97-3,43); III (14.458,34-16.392,20 dan 2,27- 2,97); IV (8.400,00-14.458,34 dan 2,02-2,27) dengan kematangan, drainase tanah, KB, dan K-dd sebagai karakteristik lahan penentu. Kriteria kesesuaian produksi dan BCR tersebut layak digunakan untuk evaluasi kesesuaian sistem usahatani perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, dan daerah sekitarnya.Item INOVATION FORMULA OF TRICHOALGAE AS BIOPESTICIDES AND BIOFERTILIZER IN THE PRE- NURSERY(2014-05-22) Puspita, Fifi; Restuhadi, Fajar; Nasrul, BesriThe role of organic fertilizer in the soil is the addition of organic matter in the soil that serves as a source of plant nutrients, improve the ability of the soil porosity which improves soil aeration and drainage, increase the activity of soil microorganisms, improve the structure and texture of the soil, maintain soil fertility, can save water and not pollute the environment. Some blue-green algae species specific (blue-green algae) such as Cyanophyceae sp has the ability to perform photosynthesis and nitrogen binding, and this is an advantage which is the mainstay in this study to make it as a source of nitrogen derived from microorganisms which are renewable, as an organic fertilizer because it contains minerals such as potassium and hormone Auxin and cytokinin that can enhance plant growth, accelerate the period of flowering and fruiting. Algae as an organic fertilizer are hydrocolloids that can be used to absorb water and become a good substrate for soil microorganisms. On the other hand, Trichoderma sp is a natural decomposer containing cellulase enzymes, enzyme selubiose (ß-glucosidase) and chitinase enzyme that can work synergistically to accelerate the weathering process of organic material. In addition, Trichoderma sp. potentially be used as a control pests and diseases that are safe for the environment and improve plant resistance (with the mechanism of induction of resistance by producing phytoalexin or increase plant resistance) against the pathogen. Use of Trichoderma sp as the decomposer of organic as well as biological control and algae as organic fertilizer (which we called TrichoAlgae) is expected to be effective and the potential to break down algae into organic fertilizer, as well as biological control against the pathogen. Trichoderma pseudokoningii have higher chitinase activity than the other isolates. Trichoderma produce large amounts of extracellular chitinase enzyme which can degrade the cell walls of pathogenic fungi. The research aim is to determinate the physical and chemical properties Trichoalga The result of the research showed that applications TrichoAlgae able to inhibit the intensity of the attack G. boninense amounted to 75.75%. TrichoAlgae at a dose of 40 g / polybags have a greater ability to increase plant growth.Item Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Pengendaliannya Pada Wilayah Pengembangan Perkebunan di Daerah Aliaran Sungai (DAS) Siak(2012-10-22) Nasrul, BesriPerkembangan perkebunan Sangat pesat sekali di wilayah DAS dan telah menyebabkan terbukanya lahan bagian hulu.Item KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN PENGENDALIANNYADI DAERAH ALIRAN SUNGAI SIAK BAGIAN HULU(2016-07-30) Irianti, Mitri; Nasrul, Besri; Asmit, BrilliantHulu DAS Siak merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Siak di Provinsi Riau yang telah terdegradasi. Kondisi ini merupakan efek pengembangan areal pembangunan pertanian, dan permukiman yang terlepas dari ekosistem keadaan. Degradasi lahan terjadi karena erosi tanah tinggi, yang menyebabkan banjir dan kekeringan. Untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan pengendalian erosi yang dapat mengurangi erosi di wilayah DAS Siak Bagian Hulu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor penyebab erosi dan menentukan cara untuk mengendalikan erosi yang dapat mengurangi erosi. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap tanah sampel, vegetasi dan teknik konservasi tanah yang diterapkan di setiap unit lahan. Data curah hujan, karakteristik tanah, lereng, pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah dikumpulkan dan dianalisis menggunakan USLE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa erosi DAS Siak bagian Hulu adalah tingkat tinggi (339 ton/ha/tahun), karena pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah yang tidak mengikuti prinsip konservasi. Pengendalian erosi ditentukan dengan cara mengubah atau memperbaiki pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah secara terpadu pada setiap unit lahan yang dapat mengurangi erosi di DAS Siak bagian Hulu.Item PEMANFAATAN KOMPOS TRICHO-AZOLLA SEBAGAI BIOPESTISIDA DAN BIOFERTILIZER PADA PEMBIBITAN KELAPA SAWIT(2014-06-11) Puspita, Fifi; Restuhadi, Fajar; Nasrul, BesriBiopesticide and biofertilizer is an attractive alternative to the strong dependence of conventional agriculute on synthetic pesticides and inorganic fertilizer, which caused enviromental pollution and development of resistance strains. Azolla can fuctionable as a biofertilizer if combine with Trichoderma pseudokoningii as decomposer and biological control agent, which is expected later can act effectively to promote growth and sustainability of oil palm seedling againt Ganoderma boninese in Nursery.The aim this research to assess potential and synergy and benefits as biofertilizer if combined with Trichoderma pseudokoningii as decomposer, biopesticide, induce systemic resistance and Plant growth promoting agent. The result of this research showed that higher doses of Tricho-Azolla(50g/polybag) can suppressed the G. boninese until 86.92% so that can occur induce systemic resistance. Oil palm seedling are infested with Tricho-Azolla at dose 50 g/plybag to increase the growth oil palm in the nursery and which followed the increase of root crown.Item PEMBERDAYAAN EKONOMI DAERAH MELALUI PENATAAN KELEMBAGAAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR BERBASIS KELAPA SAWIT(2013-03-28) Syahza, Almasdi; Suwondo; Rosnita; Nasrul, BesriTingginya minat masyrakat terhadap usahatani kelapa sawit menyebabkan Daerah Riau mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia yakni 2.103.175 ha. Luas ini diprediksi akan selalu berkembang. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian bagaimana strategi pengembangan ekonomi masyarkat, dengan tujuan menemukan strategi penataan kelembagaan usahatani kelapa sawit dan produk turunannya dalam upaya memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah, terjaringnya sentra produksi dan kawasan pembangunan industri hilir berbasis kelapa sawit di daerah berpotensi. Jangka panjang adalah tersusunnya strategi pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan secara wilayah maupun nasional. Penelitian ini dilakukan melalui survei dengan metode perkembangan (developmental research). Analisis data dilakukan dengan deskriptif kuantitatif dan analisis kualitatif. Manfaat penelitian adalah dihasilkannya model pengembangan kelembagaan perkebunan kelapa sawit rakyat berkelanjutan dalam mendukung percepatan klaster industri sawit. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan manfaat ekonomi cukup penting bagi Indonesia dengan produksi mencapai 20,6 juta ton. Provinsi Riau memiliki luas terbesar di Indonesia yakni 2,1 juta hektar, dimana perkebunan rakyat mencapai 1,1 juta hektar (51 %). Jumlah petani yang terlibat mencapai 804.490 KK dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang. Pengembangan klaster industri sawit terkait strategi pengembangan klaster ekonomi dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional diharapkan mampu memberikan nilai tambah yang besar terhadap produk turunan crude palm oil (CPO). Perkembangan tersebut akan memberikan multifler effect ekonomi yang semakin besar karena membuka lapangan kerja dan usaha, secara sinerji akan terjadi pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dampak dari pembangunan perkebunan kelapa sawit di Riau telah menciptakan multiplier effect ekonomi sebesar 3,48. Artinya setiap investasi sebesar Rp 1,00 akan menyebabkan pertutaran uang di daerah tersebut menjadi Rp 3,48.Item PENATAAN RUANG KAWASAN PERTANIAN DI LAHAN GAMBUT MELALUI PENDEKATAN EVALUASI LAHAN Land Arrangement of Area Agriculture in Peatlands witti Land Evaluation Approacfi(2012-11-12) Nasrul, BesriAn evaluation of suitable to crop cultivation based on land characteristics and benefit values were needed to decision making, coordination, and control to minimize cost. The study was done in Bengkalis Distric, Riau. The field survey was carried out on land unit, the land characteristics were evaluated by maximum limiting factors method, and the benefits were calculated by return cost ratio. The results of research showed that it's peatlands was about 82,129.73 hectars what moderately-marginally suitable to crop cultivation: (1) land unit d1 was 10,252.17 hectars and arranged to wetland rice; (2) land unit d2 was 61,780.49 hectars and arranged to food crops (upland rice, maize, soybean, cassava, sweet potato, groundnut, and taro) and vegetables (green pepper, tomato, eggplant, cucumber, garden bean, pea, kedney bean, spinach, leafy vegetable, bitter melon, mustard greens, four-side bean, and pumpkin); (3) land unit d3 was 10,097.07 hectars and arranged to fruits (mango, durian, rambutan. sirsak, avocado, lanseh totree, mangosteen, citrus, jackfruit, watemnelon, banana, bilimbi, papaya, and pineapple).Item Pengaruh Pemberian Biochar dan Pupuk N, P dan K Terhadap Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)(2013-06-21) Howe, Tuhumena; Wawan; Nasrul, BesriThe research objective was to determine the effect of biochar and N, P, and K fertilizer to the value of electrical conductivity (EC) in the soil and to determine the effect of biochar and fertilizer N, P and K to the red pepper plant. This research has been conducted on the home screen of the Faculty of Agriculture University of Riau, Pekanbaru from June until September 2012. The research was conducted in the form of factorial experiment using a completely randomized design (CRD), each treatment was repeated 3 times. The first factor is the dose of biochar (B) consisting of three levels, namely: B0 = without giving biochar, biochar B1 = giving as much as 0.5 kg / plant, B2 = giving as much biochar 1kg / plant. The second factor is the dose of fertilizer N, P and K (P) which consists of four levels, namely: P0 = no fertilizer, P1 = 0.5 times the recommended dosage, P2 = 1 times the recommended dosage, P3 = 2 times the recommended dosage. There by obtaining 12 combinations of treatments and 3 replications in order to obtain a total of 36 experimental units overall. The data obtained were statistically analyzed using analysis of Variety with linear models. Furthermore the results of analysis of variance followed by DNMRT test (Duncan's New Multiple Range Test) at 5% significance level.Item Penilaian Perubahan Kondisi Lingkungan Pasca Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut Di Provinsi Riau(2013-08-29) Idwar; Sunardi; Suwondo; Hamzah, Anthony; Syahril, Nedi; Nasrul, Besri; Gevisioner; Kasih Bangun, RinduEvaluation of environment change pasca oil palm in the tropical peat lands need data about precisely and comprehensive understanding of lands and socioeconomics. The study was done in the Riau District were conducted infour months. Thefield survey was carried out on land unit. The lands were evaluated by maximum Iimiting factors and the socio-economic were calculated by Multi-Dimensional Scaling. Development of oil palm existing in the peatland not yet followed the soil conservation, so that giving influence to change oflands environment: (l) Saturation at all location > 4 mS, with full marks there was Bengkalis 107,32 mS; (2) Land subsidence > 6 cm year' espectally Rokan Hitir have l 8 cm year' ; and (3) Change of ground water exceeding valuefloatfor oil palm (60 cm), highest value there was Siak 30-95 cm. Level continue oil palm plantation in peat landsfor the ecologt dimension showed index value 47,35ok (less have continuation), with ecologtfactor having an effect: anangement water level, prevention of burning land, usage of amelioran/fertilizatton, and specific adjusment of site technologt. Level continue oil palm plantation in peat lands for social dimensio;n showed index value 55,65% (enough have continuation), with social factor having an effect: community emp-owerment, policy synchronization, solving of sosio-conflkt, and weak of law straightening. Level continue oil palm plantation in peat lands for economic dimension showed index value 68,62% (enough have continuation), with economic factor havingan effect: capital structure, price ofTBS, andproduction equipments.Item POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI DAERAH RIAU(2013-04-01) Syahza, Almasdi; Rosnita; Suwondo; Nasrul, BesriKelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusinya cukup besar dalam menghasilkan devisa dan penyerapan tenaga kerja. Perkembangan industri pengolahan CPO dan turunannya di Indonesia selaras dengan pertumbuhan areal perkebunan dan produksi kelapa sawit sebagai sumber bahan baku. Sampai tahun 2011 luas perkebunan kelapa sawit mencapai 2.103.175 ha dengan produksi TBS sebesar 36.809.252 ton. Sementara kapasitas olah pabrik kelapa sawit (PKS) hanya sebesar 30.019.200 ton. Hasil analisis menunjukkan daya dukung wilayah (DDW) sebesar 1,584. Seharusnya setiap TBS harus diolah dalam waktu kurang dari 8 jam atau DDW untuk PKS harus kecil dari 1 (DDW,1). Tingginya produksi perkebunan kelapa sawit di Riau merupakan potensi untuk menambah PKS. Hasil perhitungan berdasarkan perkembangan luas lahan dan produktivitas kebun, daerah Riau masih kekurangan PKS sebanyak 16 unit dengan kapasitas olah 60 ton/jam atau identik dengan 21 unit PKS yang kapasitas 45 ton/jam. Kekurangan PKS tersebut berdampak terhadap harga dan pendapatan petani kelapa sawit di pedesaan. Tingginya kebutuhan PKS di Daerah Riau merupakan peluang bisnis bagi investor untuk mengembangkan PKS dan industri produk turunan dari kelapa sawit.Item STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT DESA TERTINGGAL DI KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU(2014-04-07) Suarman; Nasrul, BesriDaerah-daerah tertinggal ini sulit untuk ditingkatkan kesejahteraannya karena selain pembangunan yang selama ini distortif juga karena masyarakat pedesaan tersebut berada dalam posisi yang tidak menguntungkan seperti pendidikan dan keterampilan yang rendah, tidak ada modal usaha, tidak punya tanah atau luasnya yang tidak layak. Kesenjangan di daerah tertinggal ini semakin diperburuk pula karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan). Terkait dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian adalah mengidentifikasi kelayakan dari daerah-daerah potensial dilihat dari kemungkinannya untuk berkembang sebagai pusat pertumbuhan baru pada masa mendatang. Hasil survei di daerah penelitian menemukan jumlah desa tertinggal di Kabupaten Rokan Hulu sebanyak 95 desa/kelurahan dan 39 desa diantaranya adalah desa tertinggal. Banyaknya desa tertinggal dan keluarga prasejahtera di daerah ini merupakan indikasi bahwa pembangunan ekonomi selama ini belum menyentuh rakyat lapisan bawah sehingga pelaksanaan pembangunan menjadi timpang dan daerah ini semakin terpuruk menjadi daerah miskin. Pengembangan desa tertinggal di Kabupaten Rokan Hulu dapat dilakukan melalui prioritas pembangunan, antara lain: Prioritas pertama, penegasan zonasi tataguna lahan dan status lahan: Prioritas kedua, pembukaan isolasi daerah melalui pembangunan sarana jalan: Prioritas ketiga, sosialisasi dan pembentukan wadah kemasyarakatan untuk membangun perekonomian masyarakat.Item Studi Pengembangan Masyarakat Desa Tertinggal Dl Kabupaten Rokann Hulu Propinsi Riau(2015-07-30) Suarman; Nasrul, BesriIndikator keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh baik di kota maupun di desa. Namun sampai saat ini proses pembangunan tersebut masih menimbulkan ketimpangan pembangunan, terutama antara kota dan desa. Hal tersebut terlihat dari banyaknya daerah-daerah tertinggal di setiap kabupaten/kota. Daerah-daerah tertinggal tersebut sulit untuk ditingkatkan kesejahteraannya karena selain pembangunan yang selama ini distortif juga karena masyarakat pedesaan tersebut berada dalam posisi yang tidak menguntungkan seperti pendidikan dan keterampilan yang rendah, tidak ada modal usaha, tidak punya tanah atau luasnya yang tidak layak. Di samping itu, masyarakat daerah tertinggal relatif terisolir dengan jumlah penduduk yang relatif jarang sehingga potensinya untuk berkembang menjadi terhambat. Kesenjangan di daerah tertinggal semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan). Aaerah-daerah tertinggal tersebut tidak hanya membawa kemiskinan bagi masyarakat tetapi dalam jangka panjang kesenjangan yang bersifat akumulatif ini akan menyebabkan daerah yang tertinggal akan semakin jauh tertinggal sementara yang maju akan tetap maju dengan percepatan yang semakin sulit dikejar.