2. Seminar Nasional Politik, Birokrasi, & Perubahan Social ke II Tahun 2015
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing 2. Seminar Nasional Politik, Birokrasi, & Perubahan Social ke II Tahun 2015 by Subject "Aktor formal dan informal"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
Item Konfigurasi Aktor Politik Lokal : Studi Politik Keuangan Daerah Di Kota Pekanbaru Tahun 2011-2014(2016-01-07) Ishak; Wicaksono, BaskoroPenelitian ini mendeskripsikan keterlibatan pelbagai aktor, baik formal dan informal dalam proses perencanaan pembangunan, dalam hal ini Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang disingkat menjadi RKPD. Proses penyusunan RKPD secara normatif hanya melibatkan aktor-aktor formal, namun secara eksisting ada aktor informal dengan pelbagai kepentingan yang sangat berpengaruh dalam proses penyusunan anggaran di Kabupaten Situbondo. Penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru dengan mengajukan pertanyaan penelitian Bagaimana pola interaksi stakeholders dalam membentuk konfigurasi aktor politik lokal dalam proses penganggaran di Kota Pekanbaru?. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu menghasilkan data berupa kata-kata dari tulisan atau perilaku orang yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penyusunan anggaran secara normatif dengan eksisting berbeda. Bila secara normatif yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran adalah aktor formal melalui mekanisme formal. Namun secara eksisting muncul aktor-aktor informal yang mewarnai dan mempengaruhi proses penyusunan anggaran di Kota Pekanbaru. Di dalam proses penyusunan anggaran yang mengemuka adalah kepentingan aktor, baik formal maupun informal. Kepentingan ini berupa kepentingan pribadi (proyek) dan partai politik (konstituen, pencitraan politik dan legitimasi kekuasaan). Kepentingan ini masuk melalui mekanisme formal dan juga dikomunikasikan diluar-luar forum formal. Pola interaksi stakeholders dimulai dengan adanya polarisasi kekuatan politik lokal dalam proses penyusunan anggaran. Kekuatan politik lokal yang dominan dalam proses ini terdiri dari birokrasi, elite parpol (pengurus dan pemilik parpol) dan rekanan. Ketiga kekuatan ini satu dengan lainnya saling mendominasi. Selain itu lebih spesifik kekuatan tersebut dijabarkan menjadi politisi parpol, politisi birokrasi, politisi organisasi masyarakat dan politisi partai politik. Polarisasi ini pada akhirnya bermuara pada satu konfigurasi kekuatan politik lokal dalam proses penyusunan anggaran. Mereka menjadi satu konfigurasi karena saling berinteraksi dan mengakomodir kepentingan dari setiap kekuatan politik lokal sehingga tidak membentuk konfigurasi baruItem Konfigurasi Aktor Politik Lokal Dalam Proses Formulasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor 6 Tahun 2013(2016-01-07) Ridwan, Muhammad; Amin, Raja MuhammadPenelitian ini mendeskripsikan keterlibatan pelbagai aktor, baik formal dan informal dalam proses penyusunan Perda Zakat,. Proses penyusunan Perda tersebut secara normatif hanya melibatkan aktor-aktor formal, namun secara eksisting ada aktor informal dengan pelbagai kepentingan yang sangat berpengaruh dalam proses penyusunan Perda di Kabupaten Siak. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Siak Bagaimana dinamika proses formulasi kebijakan peraturan daerah pengelolaan zakat di Kabupaten Siak tahun 2013 ?. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu menghasilkan data berupa kata-kata dari tulisan atau perilaku orang yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktor yang terlibat dalam formulasi kebijakan pengelolaan zakat di Kabupaten Siak dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yakni aktor di dalam pemerintahan dan aktor di luar pemerintahan. Aktor di dalam pemerintahan terdiri atas Bupati Siak dan SKPD terkait yang berhubungan dengan pengelolaan zakat serta DPRD Kabupaten Siak. Aktor di luar pemerintahan yang terlibat aktif adalah Badan Amil Zakat Kabupaten Siak dan tokoh agama yang dimintai pendapat dan pertimbangannya dalam pembentukan produk hukum daerah ini. Proses formulasi Ranperda Kabupaten Siak tentang Pengelolalaan Zakat ditandai dengan berbagai kepentingan yang dibawa oleh masing-masing aktor. Formulasi kebijakan ini secara teoritis menggunakan model kelompok dengan indikasi pengaruh masing-masing kelompok dalam penyusunan Ranperda ini cukup kuat