Browsing by Author "Yusnimar"
Now showing 1 - 10 of 10
Results Per Page
Sort Options
Item ANALISA KIMIA JANGKRIK K A L U N G ( GriHus testaceus) SEBAGAI BAHAN B A K U INDUSTRI PANGAN DAN FARMASI(2012-11-12) A., Yelmida; SulistyatI P, Is; YusnimarJenis jangkrik yang paling popular dimasyarakatadalah jangkrik kalung. Masyarakat mengena! jangkrik hanya sebagai hewan aduan bagi anak - anak dan untuk pakan burung atau ikan. Untuk mengoptimalkan kegunaan jangkrik, telah dilakukan analisa kandungan kimia terhadap kadar protein, lemak dan karbohidrat dari jangkrik. Pada tahap awal, jangkrik dijadikan dalam bentuk tepung, selanjutnya dianalisa kandungan kimia tepung jangkrik tersebut. Hasil analisa diperoleh kadar protein jangkrik 67,77 % , lemak 23,21 % dan karbohidrat 5,86 %. Untuk penentuan jenis asam amino penyusun protein tepung jangkrik, analisa dilanjutkan secara kromatografi cair tekanan tinggi (HPLC). Lima belas jenis asam amino telah ditemukan, dimana asam amino alanin mempunyai kadar yang paling tinggi yaitu 7,72 %. Analisa terhadap lemak jangkrik, dilakukan secara kromatografi gas (GC), dan ditemukan empat komponen utama penyusun lemak jangkrik. Diduga, keempat jenis senyawa ini termasuk kelompok hormon steroid yang terdapat dalam lemak jangkrik.Item PEMANFAATAN BENTONIT ASAL MUARA LEMBU PADA PROSES BLEACHING MINYAK SAWIT(2013-03-07) Yusnimar; Purwaningsih, Sulistyati; SunarnoTelah dilakukan penelitian tentang pemenfaatan bentonit sebagai bleaching agent pada proses bleaching mijiyak sawit mentah. Bentonit yang digunakan diperoleh dari daerah Muara Lembu kabupaten Kuantan Sengingi Propinsi Riau daratan. Bahan mineral ini belum saina sekali dimanfaatkan, begitu pula bentonit yang ada di daerah Iain di Riau, padahal bentonit banyak dibutulikan oleh beberapa industri, seperti industri minyak bumi, cat, dan Iain-lain. Bentonit yang digunakan pada proses bleaching, terlebih daliulu dibersihkan, dan dihaluskan ukuran partikelnya menjadi 100 dan 200 mesh, keinudian diaktivasi dengan menggimanakan H2SO4 5% dan pemanasan 1 lO^C sebelum digunakan pada proses bleaching.. Sebelum minyak sawit mentah di bleaching, dilakukan proses penyabunan dengan menggunakan NaOH 10%, agar kotoran dan asam lemak bebas (FFA) dapat dipisahkan dari minyak sawit. Kemudian, minyak tersebut di bleaching dengan suhu 70 - 8O0C dengan ratio bentonitnninyak; 1:100 dan 1:200. Dari hasil penelitian diketahui bahwa wania nnnyak sawit mentah sebelum di bleaching berwama coklat kemeralian berubah menjadi kuning setclah di bleaching. Variasi ukuran partikel bentonit tcrhadap hasil proses bleaching tidak berbeda. Dapat dikatakan bahwa bentonit asal Muara Lembu dapat digimakan sebagai bleaching agent pada proses bleaching minyak sawit.Item Pemanfaatan Bentonit Sebagai Adsorben Pada Proses Bleaching Minyak Sawit(2015-09-28) Yusnimar; Purwaningrum, Is sulistyati; Sunarno; Syarfi; DrastinawatiPenelitian tentang pemanfaatan bentonit sebagai adsorben pada proses bleaching minyak sawit telah dilakukan. Proses bleaching minyak sawit mentah (CPO) dilakukan dengan beberapa tahapan proses, yaitu proses aktivasi bentonit, proses penyabunan CPO dan proses bleaching CPO. Bentonit yang digunakan diperoleh dari daerah Lipat Kain Propinsi Riau Daratan. Bentonit yang akan digunakan pada proses bleaching, bentonit dibersihkan dan dihaluskan menjadi ukuran partikelnya 100 mesh dan 200 mesh, kemudian bentonit tersebut diaktivasi dengan menggunakan larutan H2SO4 5% di dalam tangki berbaffle, kemudian dipanaskan pada suhu 110oC sampai beratnya konstan. Sebelum CPO di bleaching, dilakukan proses penyabunan terhadap CPO dengan menggunakan larutan NaOH 10%, untuk memisahkan kotoran dan asam lemak bebas (FFA) dari minyak. Minyak dari hasil proses penyabunan tersebut di bleaching dengan menggunakan bentonit aktif pada suhu 70 – 80oC. Dari hasil proses bleaching diketahui bahwa warna minyak sawit mentah berubah dari berwarna coklat kemerah-merahan dan keruh menjadi kuning muda dan jernih. Variasi ukuran partikel bentonit terhadap warna minyak yang di bleaching tidak terlalu berbeda. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa bentonit asal daerah Lipat kain dapat digunakan sebagai adsorben atau bleaching agent pada proses pembuatan minyak sawitItem Pengaruh Ukuran Partikel Bentonit dan Suhu Adsorpsi terhadap Daya Jerap Bentonit dan Aplikasinya pada Bleaching CPO(2013-03-13) Handayani, Kurnia; Yusnimar; Yenie ElviBentonite is a type of adsorbent that used in the bleaching process palm oil to absorb dyes and impurities in the oil. Bleaching power of bentonite can be enhanced by activation of chemically and physically. In this research, bentonite activated chemically is done using 5N H2SO4 and the activation of bentonite physically is heated in the furnace under a temperature of 4000C for 6 hours. This research focused specifically studied the effect of particle size variations and temperature adsorption variations of bentonite were impacted on adsorption power of bentonite with tested by using methylene blue. The adsorption power has been increasing as smaller as the particel size of bentonite(-40 +60 mesh, -60 +80 mesh, -80 +100 mesh). Furthermore, the lower of temperature adsorption (700C, 800C and 900C) affected the adsorption of bentonite is increasing too. The bentonit which treated under those condition is applied in the CPO bleaching process, then the oil is analyzed, such as color, FFA content and peroxide numbers. In the process of bleaching CPO conducted at a temperature of 700C using bentonite activated physically (-80 +100 mesh), has a colour value of 40 on a scale yellow at Lovibond Tintometer, FFA content of 0.11% and the average peroxide number of oil around 3.228 meqH2O2/kg.Item Pengaruh Ukuran Partikel Bentonit dan Waktu Kontak terhadap Daya Jerap Bentonit dan Aplikasinya terhadap Bleaching CPO(2013-03-13) Joni, Imelda; Yusnimar; Yenie ElviIn the palm oil refining industry, bleaching process CPO was performed using bleaching agent. This process aims is to change the color of CPO from reddish brown to pale yellow and clearness. Bleaching agents can be made from the bentonite. Bentonite is a clay mineral with the chemical composition of approximately 80% consists of the mineral monmorillonite (Na.Ca) 0.33 (Al.Mg)12Si4O10(OH)2nH2O (Rouquenol, 1999). Bleaching ability of bentonite can be improved by chemical and physical activation in order to increase the surface area and modify the structure of bentonite. Chemical activation process is done using 5N HCl and physical activation process carried out by heating in the furnace for 6 hours under temperature of 400oC. This research focused specifically the effect variations studied of particle size (-40 +60 mesh, -60 +80 mesh and -80 +100 mesh) and adsorption time (1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours, and 5 hours) to improve the adsorption power of bentonite. The results of this research can be statement that the particle size variation and adsorption time of adsorption power are affected on adsorption power bentonite which were tested by using methylene blue. The adsorption power has been increasing as smaller as the particle size (-40 +60 mesh, -60 +80 mesh and -80 +100 mesh). The adsorption time were increasing (1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours, and 5 hours) influenced the adsorption power of bentonite to methylen blue is increase as well. Equilibrium adsorption process between bentonite to methylen blue was achieved in 4 hours. The maximum adsorption power of bentonite activated physically and chemically was found under condition particle size of -80 +100 mesh bentonite adsorption at 4 hours. Bentonite activated physically better than chemically. The analysis results of CPO bleaching process using bentonite activated physically is yellow with a scale value of 40 at Lovibond Tintometer, FFA content of 0.09% and the number of peroxide is 1.24 meqH2O2/kg oil.Item Pengolahan Pelumas Bekas Secara Fisika(2016-02-25) Heltina, Desi; Yusnimar; Marjuki; Kurniawan, ArdianSeiring dengan meningkatnya pemakaian minyak pelumas, maka jumlah minyak pelumas bekas semakin banyak. Penelitian ini merupakan suatu usaha untuk mengolah minyak pelumas bekas secara fisika dengan menggunakan media penyaring. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan media penyaring yang baik dalam pengolahan minyak pelumas bekas dan juga untuk menentukan waktu penyaringan minyak pelumas yang dapat memberikan hasil yang paling baik. Media penyaring yang digunakan adalah karpet, goni dan kain kasa, sedangkan waktu penyaringan adalah 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Pelumas bekas dicentrifuge dengan kecepatan tertentu selama 10 menit untuk memisahkan air, setelah itu disaring dengan alat filter press. Minyak pelumas hasil filtrasi dianalisa kadar warna, viskositas, berat jenis dan kadar kotoran. Hasil penelitian dibandingkan dengan minyak pelumas baru diperoleh bahwa waktu optimal dari filtrasi minyak pelumas bekas adalah 90 menit menggunakan media penyaring karpet dapat menahan kotoran hingga 0.015 %, berat jenis 0,8725 gr/ml, viskositas rata-rata 280 cP dan warnanya hitam.Item PerananZat Aditif pada Makanan di Kelurahan Lapas, Kecamatan Rumbai, Pekanbaru-Riau(2013-04-26) Yusnimar; Drastinawati; Sri Irianty, RozanaZat aditif atau bahan pengawet pada makanan adalah berfungsi untuk mencegah atau memperlambat terjadinya kerusakan makanan, baik secara kimiawi maupun mikrobiologis. Dengan menggunakan bahan pengawet, makanan bisa ditransportasikan dalam jarak jauh dan bisa disimpan untuk waktu yang lama. Zat aditif sebagai bahan yang ditambahkan untuk memproduksi pangan olahan untuk tujuan komersial tidak mungkin dihindari, terutama pada industri makanan skala rumah tangga maupun skala industri. Makanan semakin enak, tampilannya semakin menarik , hal ini disebabkan biasanya pada makanan ditambah dengan zat aditif. Produsen makanan rumah tangga akan berusaha menampilkan makanan semenarik mungkin baik dari segi penampakan fisik, aroma, dan tekstur. Namun, acap kali faktor gizi, higienis dan keamanan pangan justru diabaikan. Tujuan penggunaan zat aditif ini adalah untuk, untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Selain itu, zat aditif dapat menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba (bakteri, kapang, khamir), sehingga dapat meningkatkan daya simpan suatu produk olahan, meningkatkan cita rasa, warna, menstabilkan, memperbaiki tekstur, sebagai zat pengental/penstabil, antilengket, mencegah perubahan warna, memperkaya vitamin, mineral, dan sebagainya. Pemberian bahan pengawet tersebut tidak merusak nilai gizi makanan itu, asalkan bahan tambahan yang digunakan tidak kedaluwarsa.Biasanya kalau masa kedaluwarsanya sudah ditentukan, maka empat bulan menjelang kedaluwarsa makanan itu mengalami perubahan.Item PROSES BLEACHING CPO DENGAN BENTONIT DIAKTIVASI SECARA FISIKA DAN KIMIA(2013-05-06) YusnimarProses bleaching Crude Palm Oil (CPO) dilakukan dengan menggunakan bleaching agent di industri refinery minyak goreng sawit. Tujuan dari proses ini adalah untuk merubah warna CPO dari coklat tua kemerah-merahan menjadi kuning muda dan jernih. Peranan warna minyak goreng sawit dalam pemasarannya sangat penting, karena pada umumnya konsumen sering menggunakan warna sebagai indikasi mutunya, sebelum mempertimbangkan nilai gizi dan lain-lain. Bentonit alam dapat dijadikan Bleaching agent. Bentonit adalah jenis mineral lempung, dengan komposisi kimianya ± 80% terdiri dari mineral monmorillonite (Na.Ca)0,33 (Al.Mg)12Si4O10 (OH)2.nH2O. Untuk memenuhi kebutuhan industri akan bentonit, Indonesia mengimpor bahan galian ini dari Negara lain. Sementara Cadangan bentonit baik di Propinsi Riau maupun di Indonesia banyak, ± 380 juta ton, namun belum dimanfaatkan untuk keperluan industri minyak goreng sawit, karena daya jerapnya tidak memenuhi standar industri. Pada penelitian ini, bentonit alam diolah menjadi bleaching agent yang bertujuan untuk meningkatkan daya jerapnya, sehingga bleach powernya akan meningkat pula. Fokus penelitian ini khususnya mempelajari pengaruh variasi suhu aktivasi (150 – 350 oC) dan kadar NaOCl (5, 10, 15 & 20%) terhadap daya jerap bentonit. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar NaOCl dan suhu aktivasi berpengaruh cukup signifikan terhadap daya jerap bentonit. Daya jerap bentonit yang diaktivasi baik secara fisika maupun kimia semakin meningkat dibandingkan dengan bentonit alam. Semakin tinggi suhu aktivasi, daya jerap bentonit semakin meningkat pula, sedangkan bentonit yang diaktivasi dengan NaOCl 15% memberikan daya jerap yang paling maksimal dibandingkan dengan proses bleaching yang menggunakan bentonit yang diaktivasi dengan NaOCl 5%, 10% dan 20%. Pada CPO baik yang diolah dengan menggunakan bentonit diaktivasi secara fisika maupun secara kimia berwarna kuning muda dan jernih, dengan nilainya 70 pada skala Lovibond Tintometer. Nilai warna ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan warna minyak goreng sawit yang ada dipasaran (skala 80 - 90 pada Lovibond Tintometer).Item Proses Bleaching Minyak Sawit Mentah Dengan Bentonit Asal Muara Lembu(2016-02-25) Yusnimar; Purwaningsih, Is sulistyati; SunarnoPenelitian tentang pemanfaatan bentonit sebagai bleaching agent pada proses bleaching minyak sawit mentah (CPO) telah dilakukan. Bentonit yang digunakan diperoleh dari daerah Muara Lembu Kabupaten Sengingi Propinsi Riau Daratan. Bahan galian mineral ini belum dimanfaatkan, begitu pula bentonit ysng terdapat di daerah lain di Riau, padahal bentonit banyak dibutuhkan oleh beberapa industri, seperti industri minyak bumi, industri pengolahan CPO menjadi minyak goreng. Proses bleaching CPO dilakukan dengan beberapa tahapan proses, yaitu tahap proses aktivasi bentonit, proses penyabunan CPO dan proses bleaching CPO. Bentonit yang akan digunakan pada proses bleaching, bentonit dibersihkan dan di screening ukuran partikelnya 100 mesh dan 200 mesh. kemudian bentonit tersebut diaktivasi dengan cara dipanaskan pada suhu 110 oC sebelum digunakan pada proses bleaching CPO. Sebelum CPO di bleaching, dilakukan proses penyabunan terhadap CPO dengan menggunakan larutan NaOH 10%, untuk mengurangi dan memisahkan kotoran dan asam lemak bebas (FFA) dari minyak. Minyak dari hasil proses penyabunan tersebut di bleaching dengan menggunakan bentonit aktif pada suhu 70 – 80 oC. Ratio bentonit:CPO adalah 1:100 dan 1:200. Dari hasil proses bleaching diketahui bahwa warna minyak sawit mentah berubah dari coklat kemerah-merahan menjadi kuning muda dan jernih. Variasi ukuran partikel bentonit dan ratio bentonit:CPO terhadap hasil proses bleaching tidak memberikan hasil yang berbeda secara signifikan. Warna CPO yang di bleaching dengan menggunakan bentonit yang diaktivasi memberikan hasil yang berbeda nyata dibandingkan warna CPO yang di bleaching dengan menggunakan bentonit yang tidak diaktivasi. Dapat disimpulkan bahwa bentonit asal daerah Muara Lembu dapat digunakan sebagai bleaching agent pada proses bleaching CPO.Item SUMBER BAHAN BAKAR ALTERNATIF DARI SPENT BLEACHING EARTH ASAL INDUSTRI REFINERY MINYAK SAWIT(2013-04-02) Yusnimar; Zahrina, Ida; Heltina, DesiSpent Bleaching Earth (SBE) yang merupakan adsorben bekas pakai yang berasal dari unit bleaching pada industri refining CPO. Berdasarkan PP 85 Tahun 1999 Pasal 7, SBE dikategorikan sebagai limbah B3, dan pada umumnya penanganan SBE di industri dilakukan secara landfill. Akan tetapi, limbah ini masih mengandung 20-30% minyak sawit, dan limbah ini merupakan bahan yang dapat digunakan sebagi bahan baku sumber energi alternatif. Sehubungan untuk 40 sampai 70 tahun kedepan cadangan minyak bumi sebagai sumber bahan baku bahan bakar akan semakin sulit untuk diperoleh, sedangkan kebutuhan sumber bahan bakar non-renewable ini semakin meningkat dengan pesat di Indonesia. Intensifikasi pencarian sumber bahan bakar lain pengganti minyak bumi dalam rangkah antisipasi kelangkahan minyak bumi sangat perlu dilakukan. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan proses recovery minyak pada SBE dengan metode ekstraksi padat-cair (Soxhlet dan maserasi) dan heksan sebagai pelarut. Proses recovery minyak dengan heksan soxhlet dan maserasi dilakukan pada temperatur kamar. Pada minyak hasil proses recovery atau ekstrak recovery minyak dilakukan beberapa analisis antara lain analisis kadar air, pH, bulk density, kadar bahan volatil , kadar abu, kadar Fixed Carbon dan kadar unsur sulfur. Pada SBE sebelum diolah mempunyai kadar air 3,19 % berat kering, pH 6,98, bulk density 0,67 g/cm3 , kadar bahan volatil 1,09 % , kadar abu 62,19 % berat kering, kadar Fixed Carbon 31, 57 %, kadar unsure karbon 20,33 % dan kadar unsur sulfur tidak terdeteksi. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa rendemen minyak dengan metode heksan soxhlet berkisar antara 20 - 25 %, sedangkan dengan metode maserasi sekitar 10 – 12 %. Hasil analisis pada minyak hasil recovery dengan metode heksan-soxhlet antara lain densitas 0,879 gr/cm3, viskositas kinematik 20,48 cSt, nilai kalor 43,66 MJ/kg dan kadar air 0,07 %. Daya jerap SBE yang telah diregenerasi pada temperatur 270oC adalah 19,602 mg Cu(II)/g SBE atau 98,01%, sedangkan pada temperatur 370oC dan 470oC adalah 19,614 mg Cu(II)/g SBE atau 98,07% dan 19,968 mg Cu(II)/g SBE atau 99,84%. Berdasarkan data ini dapat diketahui bahwa SBE yang telah diregenerasi mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam menjerap ion Cu(II) dalam larutan, karena efisuensi penjerapannya sekitar diatas 95%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa SBE merupakan bahan yang mempunyai nilai ekonomis kemungkinan dapat dijadikan sumber bahan bakar alternatif dimasa yang akan datang.