Browsing by Author "Nurjanah, Nurjanah"
Now showing 1 - 9 of 9
Results Per Page
Sort Options
Item Komunikasi Pariwisata Budaya Dalam Mempromosikan City Branding “Siak The Truly Malay” Kabupaten Siak Sri Indrapura(wahyu sari yeni, 2019-07-29) Salam, Noor Efni; Nurjanah, NurjanahKabupaten Siak dikenal dengan slogan Siak the Truly Malay, karena daerah ini merupakan wilayah berbasis budaya Melayu, bahkan sudah berhak memegang hak cipta atas branding Siak the Truly Malay, paten atas branding tersebut sudah terdaftar sejak 27/4/2017. Berdasarkan kenyataan itulah masyarakat Siak akhir-akhir ini bersemangat untuk mempromosikan city branding Siak the Truly Malay-nya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali, menemukan, dan mendeskripsikankan berbagai promosi yang digalakan mereka terkait dengan wisata budaya ini. Metode penelitian bersifat kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menujukan bahwa komunikasi pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat Siak 1) menjaga dan melestarikan situs-situs sejarah Melayu yang menjadi icon Kabupaten Siak, 2) memberdayakan dan meningkakan ekonomi kreatif yang mengarah kepada city creative, 3) menyelenggarakan berbagai event budaya yang menjadi agenda tahunan, 4) memaksimalkan berbagai saluran komunikasi, seperti situs-situs online, media elektornik, koran lokal dan berbagai publikasi lainnya, 5) memperbaiki dan meningkatkan sarana dan prasana terutama infrastruktur dan elektrisasi, dan 6) meningkatkan kerjasama dengan stakehldersItem Komunikasi Pariwisata Dalam Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Desa Wisata Di Kecamatan Bantan(wahyu sari yeni, 2019-03-21) Nurjanah, Nurjanah; Yasir, YasirMinimnya kemampuan pemahaman masyarakat tentang pemberdayaan daerah tujuan wisata, minimnya kemampuan memanfaatkan teknologi, perencanaan yang tak berorientasi solusi (proyek), kebijakan yang berubah-rubah, fasilitas dan sarana prasarana yang bermutu rendah, menejemen yang tidak berorientasi base community, keterbatasan biaya pemeliharaan produk, ketidakjelasan pembinaan, kesalahan dalam menganalisa pasar, kesalahan posisioning destinasi/produk, rendahnya kualitas, kuantitas dan efektifitas promosi merupakan sedikit dari permasalahan umum pariwisata yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bentuk komunikasi pemberdayaan, media komunikasi yang digunakan, serta pandangan masyarakat tentang pentingnya perilaku masyarakat dalam pengembangan daerah sebagai desa wisata. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk komunikasi pemberdayaan dalam program pemberdayaan masayarakat sadar wisata adalah pendampingan dan penyuluhan, sosialisasi, pemberian fasilitas alat dan permodalan, membuat kampung nelayan, dan pengembangan desa wisata. Media komunikasi dalam program pemberdayaan masayarakat sadar wisata yaitu melaui media massa cetak, website, plang nama, baliho dan spanduk, kalender dan poster, film atau compact disk (CD). Sedangkan perilaku masyarakat dalam mengembangkan potensi daerah sebagai desa wisata yaitu peningkatan keterampilan nelayan dan keluarganya dalam mengelola hasil tangkapan, memperbaiki sikap yang merusak lingkungan dengan mensosialisasikan pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam serta peningkatan manajemen usaha dan diverifikasi usaha yang disertai penguatan ekonomi keluarga melalui usaha produktifItem MODEL KOMUNIKASI LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE DI PULAU BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS(Elfitra, 2019-10) Yasir, Yasir; Nurjanah, Nurjanah; Salam, Noor Efni; Yohana, NovaKerusakan hutan magrove di Kabupaten Bengkalis khususnya di Pulau Bengkalis sudah cukup mengkhawatirkan. Kerusakan ini disebabkan tingginya eksploitasi hutan mangrove tersebut sebagai bahan baku arang, cerocok dan kayu bakar bahkan diseludupkan ke Malaysia. Hutan bakau yang terus berkurang ini mempercepat abrasi. Hutan bakau yang rusak mempengaruhi ekosistem yang lain seperti berkurangnya hasil laut para nelayan. Mengatasi masalah ini pemerintah Kabupaten Bengkalis melalui Dinas Lingkungan Hidup memfasilitasi dan membentuk kelompok-kelompok untuk mengembangkan ekowisata mangrove. Ekowisata merupakan wisata berbasis alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk memahami perencanaan komunikasi lingkungan dalam mengembangkan ekowisata mangrove di Pulau Bengkalis, menjelaskan partisi pasi masyarakat dan model komunikasi lingkungan mengembangkan ekowisata mangrove. Penelitian ini dibedah dengan menggunakan teori-teori komunikasi lingkungan, komunikasi parwisata dan komunikasi pembangunan/pemberdayaan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan wawancara mendalam terhadap stakeholder yang terlibat, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah dengan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan ekowisata ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah. Pemerintah juga mengatur pengelolaan ekosistem mangrove ini dalam Peraturan Presiden republik Indonesia nomor 73 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Dalam implementasinya perencanaan komunikasinya meliputi: analisis masalah, khalayak dan penentuan tujuan; pemilihan media dan saluran, pengembangan pesan dan produksi media; dan implementasi program dan evaluasi. Sementara itu, bentuk partisipasi masyarakat dalam mengembangkan ekowisata hutan bakau masih dalam tahap pembinaan kelompok pengelola belum melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Shingga partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk peduli lingkungan dan hutan mangrove masih rendah. Kelompok Kempas misalnya menjadi contoh dalam menginspirasi kelompok masyarakat lain di Kabupaten Bengkalis. Selain itu, model komunikasi lingkungan yang dikembangkan dalam mengelola hutan mangrove sebagai tujuan wisata adalah dengan basis musyawarah antar sesama masyarakat dengan melibatkan pemerintah yaitu dinas lingkungan hidup. Keberhasilan komunikasi dalam pengelolaan ekowisata mangrove harus melibatkan semua stakeholders secara bersinergi atau terintegrasi baik pemerintah melalui dinas-dinas terkait, pemerintah kecamatan dan desa, pihak perusahaan swasta dan masyarakat itu sendiri.Item MODEL KOMUNIKASI LINGKUNGAN PENGEMBANGAN EKOWISATA LAHAN GAMBUT DI KECAMATAN BUKIT BATU KABUPATEN BENGKALIS(Elfitra, 2020-11) Yasir, Yasir; Nurjanah, Nurjanah; Samsir, Samsir; Yohana, NovaLingkungan dan parawisata merupakan sektor yang sangat penting bagi pembangunan masyarakat. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan merupakan unsur utama dalam proses pencapaian pembangunan berkelanjutan di bidang pariwisata. Pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Bengkalis memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya pembanguan ekowisata lahan gambut. Gambut hendaknya tidak menjadi sumber masalah, namun sebaliknya sebuah berkah. Oleh karena itu, komunikasi lingkungan menjadi sangat penting dalam pembangunan ekowisata sehingga pemerintah dan masyarakat bisa secara bersama mengembangkan potensi lahan gambut menjadi objek wisata dan sekaligus memelihara kelestarian hutan dan lahan gambut. Komunikasi lingkungan yang terintegrasi dan berkolaborasi didukung sikap keterbukaan menjadi syarat penting untuk mengembangkan sektor pembangunan ekowisata lahan gambut ini. Penelitian ini bertujuan untuk memahami komunikasi lingkungan CSR Pertamina RU II Sei Pakning dalam pengembangan ekowisata lahan gambut di Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis, Kebijakan dan komunikasi pemerintah dan komunikasi lingkungan dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata lahan gambut. Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif komunikasi lingkungan, komunikasi parwisata dan pemberdayaan masyarakat. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan studi kasus. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian juga menggunakan etnoekologi komunikasi, dengan berusaha memahami budaya masyarakat. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi yang menyesuaikan pada protokol kesehatan akibat pandemi covid 19. Analisis data yang digunakan adalah dengan model interaktif. Sementara untuk pengecekan keabsahan data yaitu dengan triangulasi dan pengecekan teman sejawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi Corporate Social Responsibility (CSR) berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan gambut. Kelestarian lingkungan ini dilakukan dengan berbasis pengembangan ekowisata baik gambut maupun mangrove. Pertamina RU II Sei Pakning berkontribusi dalam memberdayakan masyarakat di sekitar wilayah beroperasinya kilang minyak melalui program Kampung Gambut Berdikari terutama dalam mengatasi kebakaran lahan gambut. Program ini awalnya bertujuan membantu masyarakat dalam mengatasi kebakaran lahan gambut, namun belakangan terjalin hubungan yang baik dengan membina kelompok-kelompok masyarakat terutama dalam mengelola lingkungan degan benar, dengan berkebun nanas dan mengelola arboretum gambut. CSR Pertamina memberdayakan kelompok Tani Tunas Makmur untuk mengelola ekowisata arboretum gambut menjadikan mereka sebagai sasaran, konten, dan saluran komunikasi yang penting bagi penyadaran masyarakat untuk peduli gambut. Namun demikian komunikasi lingkungan masih belum terintegrasi dan terkoordinasi baik, terutama dengan pemerintah daerah agar ada kebijakan pengembangan ekowisata yang terpadu dan berkelanjutan. Model komunikasi lingkungan CSR untuk pengembangan ekowisata gambut menggunakan prinsip pemberdayaan masyarakat berbasis silaturahmi, musyawarah dan gotong-royong sebagai kearifan lokal masyarakat. Berdasarkan rangkuman dan pengukuran Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT), maka hasil penelitian menunjukkan pada level 5 (lima). Sehingga ini memerlukan kajian lagi untuk diterapkan di lapangan baik oleh perusahaan, pemerintah maupun stakeholder lainnya, terutama masyarakat itu sendiri.Item MODEL KOMUNIKASI LINGKUNGAN UNTUK MENGATASI ABRASI BERBASIS PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN BENGKALIS(Elfitra, 2022-11) Yasir, Yasir; Nurjanah, Nurjanah; Samsir, Samsir; Yohana, NovaPariwisata merupakan salah satu bidang yang sangat penting karena dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan pariwisata juga menjadi sangat penting dalam mengatasi kerusakan lingkungan. Komunikasi pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam pembangunan ekowisata masih belum berhasil karena kurang berkoordinasi dengan baik terutama dengan masyarakat. Kepedulian dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melindungi pantai dari abrasi masih sangat rendah. Pengembangan hutan mangrove untuk dijadikan sebagai destinasi wisata sudah ada, tapi belum dikelola maksimal. Pengembangan ekowisata belum didukung dengan komunikasi dan edukasi untuk memiliki kepedulian terhadap lingkungan mangrove atau pantai. Komunikasi berperan penting untuk mengedukasi masyarakat dalam melestarikan hutan mangrove. Penelitian ini berupaya untuk memahami kebijakan lingkungan dan pariwisata dalam mengatasi abrasi pantai di Kabupaten Bengkalis, untuk menganalisis komunikasi lingkungan berbasis wisata dalam mengatasi abrasi di Kabupaten Bengkalis, dan untuk menjelaskan komunikasi wisata berbasis masyarakat dalam pengembangan wisata pantai Raja Kecik. Teori yang digunakan berada dalam perspektif komunikasi lingkungan dan pariwisata. Model komunikasi yang digunakan dalam penelitian adalah model komunikasi konvergensi (Kincaid) dan model community based tourism. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah dengan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan penanggulangan abrasi yang dilakukan di Kabupaten Bengkalis langsung ditangani oleh pemerintah pusat melalui kementerian KLHK berkerjasama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). BRGM bertugas memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan restorasi gambut serta pelaksanaan percepatan rehabilitasi mangrove. Pulau Bengkalis merupakan bagian dari pulau kecil terluar. Pengelolaan pulau-pulau terluar memerlukan perhatian khusus agar posisinya sebagai kawasan perbatasan negara berdaulat, tetap terjaga kelestarian lingkungan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan kerusakan pantai akibat abrasi dilakukan dengan tiga cara. Pertama, pemerintah mengintensifkan program rehabilitasi atau penanaman bibit mangrove di wilayah pesisir yang terkena abrasi. Namun, baik program pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun program masyarakat banyak mengalami kegagalan. Sebagian besar bibit mangrove yang ditanam mati akibat terjangan ombak. Bibit mangrove yang ditanam tenggelam, hanyut dan mati. Kedua, pemerintah membangun pemecah gelombang dan membangun turab dari gorong- gorong untuk menahan gelombang yang terus menggerus bibir pantai. Program ini juga mengalami kelemahan, karena tidak bertahan lama setelah dibangun beberapa sudah rusak dan tenggelam. Ketiga, pemerintah mengajak masyarakat untuk mengubah perilaku masyarakat yang tinggal di sekitar pantai untuk berpartisipasi aktif menjaga pantai. Lembaga Swadaya Masyarakat Ikatan Pemuda Melayu Peduli Lingkungan (LSM-IPMPL) memiliki kontribusi penting dalam komunikasi lingkungan berbasis pengembangan wisata di Kabupaten Bengkalis. LSM ini banyak bergerak dalam membantu mengatasi permasalahan kebakaran lahan gabut dan abrasi di pantai. Komunitas ini mengelola Wisata Pantai Raja Kecik dengan ikut merehabilitasi mangrove untuk mencegah abrasi. Komunitas ini menjadi komunikator, konten, saluran komunikasi, media sekaligus sasaran dalam mengkampanyekan kepedulian pada perlindungan pantai dari abrasi berbasis fasilitas dan atraksi wisata yang disediakan. Komunikasi lingkungan berbasis pembangunan wisata berkelanjutan harus melibatkan masyarakat, dan stakeholder lain.Item MODEL KOMUNIKASI PARIWISATA DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DI DAERAH PESISIR KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU(Elfitra, 2018-10) Yasir, Yasir; Nurjanah, Nurjanah; Salam, Noor Efni; Yohana, NovaPembangunan parawisata merupakan sektor ekonomi yang sangat menjanjikan untuk pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Penduduk lokal merupakan pemangku kepentingan utama dalam proses pembangunan berkelanjutan di bidang pariwisata yang harus dilibatkan. Dalam hal ini, pemerintah Kabupaten Bengkalis memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya pembanguan destinasi wisata dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Kebijakan dan komunikasi parwisata dalam upaya pembangunan daerah wisata belum melibatkan masyarakat setempat secara maksimal, terutama pembinaan kelompok sadar wisata dan pengembangan produk serta ciri khas daerah. Adapun tujuan penelitian ini adalah berupaya untuk memahami model komunikasi parwisata dalam pembangunan masyarakat pesisir di daerah Kabupaten Bengkalis. Tujuan penelitian tersebut akan diungkap dengan menggunakan teori-teori komunikasi parwisata, komunikasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, pendekatan perencanaan dan manajemen komunikasi parwisata digunakan sebagai upaya untuk memahami perencanaan, implementasi, dan evaluasi kebijakan komunikasi pembangunan parwisata di kabupaten Bengkalis. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan wawancara mendalam terhadap stakeholder yang terlibat, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah dengan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan parwisata dan komunikasinya di Kabupaten Bengkalis secara strategis dibuat oleh pemerintah daerah, bersinergi dengan pemerintah Provinsi Riau dengan berpedoman pada kebijakan pemerintah pusat. Namun dalam pelaksanaannya pemerintah daerah Bengkalis diberikan kewenangan luas untuk mengembangkan. Kebijakan pemerintah pusat untuk memberdayakan masyarakat dengan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) masih belum mampu menggerakkan kegiatan parwisata masyarakat. Kegiatan komunikasi parwisata masih belum direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara maksimal. Langkah dan program komunikasi parwisata dilakukan dengan cara memberi pelatihan kepada kelompok sadar wisata, membentuk desa wisata, mengikuti pameran, dan promosi lainnya. Namun kegiatan komunikasi ke masyarakat malah masih belum dapat menggerakkan masyarakat untuk sadar wisata dan terlibat aktif dalam kegiatan parwisata dalam mendukung kebijakan pemerintah. Pembangunan destinasi wisata belum didukung dengan infrastruktur yang memadai, serta manajemen komunikasi parwisata tidak terintegrasi dengan menggunakan konsep pemasaran dan perkembangan teknologi melalui pembentukan destinasi wisata yang smart. Pemerintah sudah seharusnya mengevaluasi kebijakan komunikasi parwisata secara rutin tidak hanya dalam internal dinas pemerintah, namun dilakukan pada setiap komponen yang terlibat di dalamnya, termasuk komponen komunikasinya. Pembangunan komunikasi parwisata semesetinya ditunjang dengan pembangunan infrastruktur, karena pembangunan jalan penting untuk mewujudkan destinasi wisata yang baik.Item PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRODUK KOPI MANGROVE(2020) Nurjanah, Nurjanah; Yasir, Yasir; Samsir, Samsir; Yohana, Nova; Lubis, Evawani Elysa; Nor, MKata mangrove menurut Odum (1983) berasal dari kata `mangal` yang berarti komunitas suatu tumbuhan. Selanjutnya Supriharyono (2000), menunjukkan bahwa kata mangrove mempunyai dua arti yakni pertama sebagai komunitas tumbuhan ataupun hutan yang tahan akan kadar salinitas/garam (pasang surutnya air laut), dan kedua sebagai individu spesies. Sedangkan arti kata mangrove menurut Saparinto (2007) adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut, namun juga bisa tumbuh pada pantai karang, juga pada dataran koral mati yang di atasnya ditimbuni sebuah lapis tipis pasir, lumpur, maupun pantai berlumpur. Mangrove ialah suatu tempat yang bergerak karena adanya pembentukan tanah lumpur serta daratan yang terjadi terus-menerus, sehingga perlahan-lahan berubah menjadi semi daratan.Item Strategi Komunikasi Sebuah Tinjauan Komunikasi Dalam Penyelesaian Konflik(2020-10) Nurjanah, NurjanahProses terjadinya konflik tidak tiba-tiba terjadi tanpa sebab, namun melalui berbagai.tahapan,.sejalan dengan pendapat Hendricks, 2012.(dalam.Wahyudi, 2015) menjelaskan.proses.konflik.terjadi disebabkan karena 3 (tiga)..fase..ialah, peristiwa..sehari-hari, memunculkan pertentangan. Apabila seseorang individu merasakan ketidakpuasan pada suasana lingungan kerja, dan itu merupakan tandatanda terjadinya..suatu peristiwa biasa, mengakibatkan munculnya perasaan tidak puas, sehingga individu merasa terganggu. Tahap kedua ketika muncul permasalahan, masing-masing personal bertahan pada pendapatnya, dan saling menuduh, individu-individu tersebut berpendapat bahwa perbuatannya yang paling benar berdasarkan peraturan, karena menganggap individu dan..kelompok..lebih penting dan dominan daripada organisasi. Tahap ketiga adanya perlawanan yang sebagai proses konflik dengan kelompok yang berbeda yang tujuannya adalah menang dan kelompok lain kalah.Item Tata Kelola Komunikasi Dalam Pengembangan Potensi Objek Wisata Sebagai Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat(2021) Nurjanah, Nurjanah; Samsir, SamsirIndustri pariwisata merupakan comoditas industri terbesar di dunia, karena pertumbuhannya dapat menhasilkan perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang cepat. Oleh itu, perlu pemahaman dan langkah strategis untuk mengembangkan potensi objek wisata. Peran ekonomi telah mampu membawa keterlibatan masyarakat lokal dan regional dalam industri pariwisata. Potensi objek wisata di Rupat Utara bisa dikembangkan dan diatur dengan baik secara terpadu agar masyarakat sejahtera di bidang ekonomi yang otonom. Rupat Utara merupakan daerah berpotensi memiliki sumber daya alam untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Tujuan penelitian untuk memberikan rekomendari praktis kepada industri pariwisata tentang pengelolaan komunikasi dalam pengembangan potensi objek wisata sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat. Studi dalam penelitian ini dengan menggunakan desain deskriptif kualitatif, dijelaskan dengan model komunikasi interaksional dengan pendekatan komunikasi pemberdayaan atau partisipatif. Data dikumpulkan dengan teknik pengamatan, intervie, FGD, serta studi pustaka yang berkontribusi pada pengembangan komunikasi pariwisata dalam konteks pemberdayaan ekonomi masyarakat di kawasan pesisir. Hasilnya menunjukkan tatakelola komunikasi dilakukan secara terintegrasi dalam pengembangan potensi objek wisata sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat, dengan cara melakukan pengelolaan komunikasi sesuai ketetapan tujuan yang sudah direncanakan, diorganisir, dilaksanakan dan dievaluasi. Ada empat kategori sumber daya wisata Rupat Utara yang ada yaitu wisata bahari, wisata budaya, wisata alam, dan wisata religi atau sejarah. Strategi pengelolaan komunikasi pariwisata sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui perencanaan yang tergambar dalam rencana induk pembangunan pariwisata daerah. Pengorganisasian diawali dengan mengolah data dan informasi bidang ekonomi baru. Evaluasi dilakukan melalui perangkat yang ada kepala desa, POKDARWIS, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan, kepala dusun dan RT, RW. Yang berperan dalam pencapaian tujuan