MODEL KOMUNIKASI LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE DI PULAU BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS

Abstract

Kerusakan hutan magrove di Kabupaten Bengkalis khususnya di Pulau Bengkalis sudah cukup mengkhawatirkan. Kerusakan ini disebabkan tingginya eksploitasi hutan mangrove tersebut sebagai bahan baku arang, cerocok dan kayu bakar bahkan diseludupkan ke Malaysia. Hutan bakau yang terus berkurang ini mempercepat abrasi. Hutan bakau yang rusak mempengaruhi ekosistem yang lain seperti berkurangnya hasil laut para nelayan. Mengatasi masalah ini pemerintah Kabupaten Bengkalis melalui Dinas Lingkungan Hidup memfasilitasi dan membentuk kelompok-kelompok untuk mengembangkan ekowisata mangrove. Ekowisata merupakan wisata berbasis alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk memahami perencanaan komunikasi lingkungan dalam mengembangkan ekowisata mangrove di Pulau Bengkalis, menjelaskan partisi pasi masyarakat dan model komunikasi lingkungan mengembangkan ekowisata mangrove. Penelitian ini dibedah dengan menggunakan teori-teori komunikasi lingkungan, komunikasi parwisata dan komunikasi pembangunan/pemberdayaan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan wawancara mendalam terhadap stakeholder yang terlibat, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah dengan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan ekowisata ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah. Pemerintah juga mengatur pengelolaan ekosistem mangrove ini dalam Peraturan Presiden republik Indonesia nomor 73 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Dalam implementasinya perencanaan komunikasinya meliputi: analisis masalah, khalayak dan penentuan tujuan; pemilihan media dan saluran, pengembangan pesan dan produksi media; dan implementasi program dan evaluasi. Sementara itu, bentuk partisipasi masyarakat dalam mengembangkan ekowisata hutan bakau masih dalam tahap pembinaan kelompok pengelola belum melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Shingga partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk peduli lingkungan dan hutan mangrove masih rendah. Kelompok Kempas misalnya menjadi contoh dalam menginspirasi kelompok masyarakat lain di Kabupaten Bengkalis. Selain itu, model komunikasi lingkungan yang dikembangkan dalam mengelola hutan mangrove sebagai tujuan wisata adalah dengan basis musyawarah antar sesama masyarakat dengan melibatkan pemerintah yaitu dinas lingkungan hidup. Keberhasilan komunikasi dalam pengelolaan ekowisata mangrove harus melibatkan semua stakeholders secara bersinergi atau terintegrasi baik pemerintah melalui dinas-dinas terkait, pemerintah kecamatan dan desa, pihak perusahaan swasta dan masyarakat itu sendiri.

Description

Keywords

Citation