PEMBERDAYAAN PETANI RIAU MELALUI PERTANIAN TERPADU

Abstract

Daerah Riau merupakan wilayah tropis basah dengan jenis tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) terluas setelah Gley humus, yakni mencapai 32,47% ari total luas wilayahnya (BPS provinsi Riau, 2005). Umumnya lahan berupa lahan kering yang memerlukan system pengelolaan yang tepat agar lebih berdaya guna. Lahan kering yang ada di Indonesia dijumpai dalam berbagai variasi yakni berbukit dengan tingkat kemiringan lahan yang berbeda, dan Riau sebahagian besar lahan kering ini merupakan dataran rendah, yang berpotensi sebagai sumberdaya tanah pertanian lahan kering ataupun lahan sawah. Pemanfaatan sumberdaya alam untuk berbagai aktifitas kehidupan selalu dihubungkan dengan peningkatan efektifitas pelestarian lingkungan, termasuk kegiatan pembangunan pertanian. Kondisi tersebut sudah menjadi kebutuhan utama, mengingat selama revolusi hijau berlangsung tujuan dari pembangunan pertanian masih bertumpu pada perbaikan sektor ekonomi. Kegiatannya tidak memihak kepada dampak yang diterima lingkungan sekitarnya, seperti air, udara dan tanah(khususnya penurunan kesuburan dan kesehatan tanah), serta munculnya berbagai produksi pertanian yang non higienis yang disinyalir dapat menimbulkan penyakit degeratif bagi konsumen. Capra dalam Zulaiha (2011) menyatakan bahwa revolusi hijau tidak membantu para petani, tanah maupun jutaan penduduk dunia yang kelaparan, tetapi hanya membawa keuntungan bagi korporasi petrokimia. Revolusi hijau telah menggeser berbagai pengetahuan lokal yang ada pada petani kita dan menggantikannya dengan teknologi konvensional dan teknologi input tinggi. Perkembangan paradigma baru pembangunan pertanian juga menuntut adanya keselarasan antara potensi sumberdaya alam/ lingkungan dengan pemanfaatan yang bijak, demi terwujudnya peningkatan ekonomi berbasis ekologi, yang layak dan dapat diterima secara social. Tuntunan ini perlu diimplementasikan ke petani sebagai pengguna, melalui penerapan teknologi pertanian, baik yang merupakan temuan hasil uji coba teknologi pertanian ramah lingkungan, maupun pengelolaan di tingkat petani yang menganut kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan. Fokus kegiatan yang lebih bermanfaat dalam hal ini antara lain: 1. Mengurangi penggunaan input luar, dan menggantikannya dengan sarana produksi dari produk berbagai teknologi ramah lingkungan. 2. Melakukan perubahan mendasar terhadap prinsip pola tanam yakni dari usaha tani monokultur menjadi usaha tani yang mengusahakan berbagai kegiatan pertanian lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi fisik lahan yang dimiliki petani. 3. Mengupayakan peningkatan pengetahuan petani. 4. Membangun infrastruktur sesuai kebutuhan petani. 5. Mengaktifkan kegiatan organisasi ditingkat petani, diantaranya kelompok tani dan koperasi, melalui pemahaman dan perbaikan manajerial ditingkat petani.

Description

Keywords

Citation

Collections