FUNGSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MENGURANGI KONFLIK HORIZONTAL DAN SENGKETA TANAH PADA PETANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU
No Thumbnail Available
Date
2013-04-01
Authors
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Abstract
Tujuan Jangka Pendek penelitian : Memotivasi penduduk lokal agar mampu menjawab berbagai
masalah sengketa pertanahan petani kelapa sawit dengan pihak perusahaan. Penyelesaian secara
hukum bukanlah penyelesaian yang terbaik dalam menyelesaikan konflik antar petani dengan pihak perusahaan, tetapi masyarakat adat memiliki cara penyelesaian konflik yang tertuang dalam kearifan
lokal masing masing adat. Tujuan jangka pandang penelitian : Resolusi penyelesaian konflik dengan
kearifan lokal dapat menjadi jalan ke luar di tengah kesemrawutan bangsa dalam menghadapi krisis jati diri dan membangun kesejahteraan ekonomi dengan wawasan kearifan lokal. Target khusus yang
ingin dicapai adalah memulihkan rasa harga diri, percaya diri, kecintaan kerja, kesadaran serta tanggungjawab masyarakat terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan
sosialnya secara wajar.
Metode yang digunakan yaitu Focus Discussion Group (FGD) Bersumberdaya Masyarakat yaitu (1) Merubah sikap dan tingkah laku masyarakat agar mereka memiliki sikap dan perilaku yang kondusif dalam keberagaman melalui komunikasi antarbudaya; (2) Meningkatkan dan terciptanya kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mendukung komunikasi antarbudaya, sehingga konflik
antara sesama petani kelapa sawit maupun dengan pihak perusahaan dapat dihindarkan dan; (3). Membantu mengubah peranserta masyarakat sebagai penerima layanan menjadi partisipan yang aktif
dalam komunikasi antarbudaya sehingga tidak terjadi konflik horizontal. Untuk pengumpulan data diadakan observasi, dan wawancara mendalam terhadap petani kelapa sawit, tokoh masyarakat, dan
aparatur pemerintahan. Sedangkan analisis data yang digunakan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) tumpang tindih lahan perkebunan kelapa sawit memicu terjadinya konflik horizontal pada petani kebun kelapa sawit; (2) Prosedur jual beli tanah pihak ketiga tidak melalui prosedur bahkan perampasan hak pada petani; (3) ketidakjelasan regulasi lahan
yang kurang responsive dan berpihak pada kepentingan rakyat Rokan Hilir; (4) kurang optimalnya pemetaan fungsi lahan untuk pertanian,kehutanan dan pertambangan tidak jelas; (5) kurang optimalnya fungsi lahan tanah, baik untuk pengembangan sumber daya alam, sumber daya air
maupun sumber daya manusia.
Perlu reformasi agraria, sebab UU nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria tidak relevan lagi dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Semangatnya perlu
dikembalikan pada keberpihakan terhadap rakyat petani yang merupakan mayoritan di Kabupaten
Rokan Hilir. Di samping itu, kemampuan berkomunikasi antar budaya sesama petani kelapa sawit dapat menciptakan komunikasi dua arah yang sangat komprehensif
Description
Keywords
komunikasi antar budaya, konflik horizontal, petani kelapa sawit