Mitos dan Tabu di Kalangan Wanita Hamil (Apresiasi dan Resistensi Kaum Ibu Terhadap Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu Riau)

Abstract

Penelitian ini berusaha menjawab sejauhmana apresiasi kaum wanita (ibu hamil) dalam memaknai mitos dan tabu hamil yang masih diyakini dan dipraktekkan masyarakat ?. Serta apa sebenamya makna kearifan tradisional {local wisdom) yang melatar-belakangi motif mitos dan tabu itu tercipta dalam masyarakat Melayu ?. Sejauhmana keyakinan mitos dan tabu itu kondusif untuk kesehatan ibu hamil ?. Dan bagaimana pula peran relasi jender (suami istri) dan intervensi keluarga (orang tua/mertua) turut memberi apresiasi tentang hal-hal seperti itu ?. Harus diakui dalam khasanah budaya kita yang masih banyak percaya terhadap kejadian alam gaib dan sinkronisasi antara kehidupan mistis dengan kehidupan nyata tampaknya masih diyakini secara kuat. Demikian pula dalam siklus kehidupan (life circle) di mana diyakini pada masa kehidupan setiap orang itu terjadinya berbagai masa kristis. Berbagai masa kritis itu perlu dilakukan berisagai upacara inisiasi sebagai bargaining dan negosiasi dengan mahluk atau alam gaib yang mengantarainya. Demikian pula dalam proses kehamilan, kelahiran dan kematian manusia, ketiganya itu masih dianggap sebagai kejadian yang penuh misteri dan mistis. Oleh karena kejadian-kejadian itu dianggap masih penuh misteri, maka tabu dan mitos yang melatarbelakangi kejadian itupun semakin menjadi dan menguat saja bagi sebagian masyarakat kita — meskipun mereka telah tersentuh kehidupan modem ™ sebagaimana layaknya di Desa. Koto Baru. Mitos yang paling diyakini oleh sebagian masyarakat Koto Baru antara lain, masih adanya kepercayaan terhadap air susu pertama itu yang berwarna kuning dan agak sedikit berbau. Air susu ini dianggap adalah air susu yang basi dan kotor, maka banyak di kalangan ibu-ibu membuang air susu ini ( yang nota bene sebenarnya banyak mengandung kolostrum ) dibuang secara percuma). Satu kepercayaan yang masih tumbuh di kalangan mereka bahwa anak kecil/bayi yang sering menangis adalah karena diganggu oleh roh halus atau karena kelaparan. Maka bila situasi itu muncul mereka sering memberinya makan bayinya dengan pisang, walaupun belum berusia 4 bulan. Tampaknya mereka tidak tahu akibat pemberian makanan padat terlalu dini, sebagai contoh, malali ada yang diberi makan bakso. Sebelum bakso diberikan — terlebih dahulu dikunyahkan hingga lembut dimulut ibunya — untuk kemudian baru disuapkan pada anaknya yang baru berumur 6 bulan.Sedangkan kepercayaan untuk memperbanyak ASI, masyarakat meyakininya dengan cara memakan rebusan jantung pisang, rebusan tulang dan surasum sapi, atau dengan memakan sayur daun katuk atau daun mangkuk. Selain itu mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kacang juga sangat dianjurkan dari anggapzua mereka.

Description

Keywords

Citation