CSR-Fisheries and Marine
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item Evaluasi Mutu Tepung Ikan Rucah (BYCATCH) Bergaram Sebagai Pengganti Tepung Ikan Konvensional Dalam Diet Ikan Baung (Hemibagrus nemurus)(2016-12-13) Hasan, Bustari; Putra, IskandarPenelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi pengaruh substitusi tepung ikan konvensional dengan tepung ikan rucah bergaram terhadap pertumbuhan, komposisi proksimat, profil asam amino dan karakteristik karkas dan sensoris daging baung. Empat diet diformulasi mengandung 34% protein and 3.25 kcal DE/g energi. Diet kontrol adalah diet yang mengandung tepung ikan komersial tanpa ikan rucah bergaram (TIK), tiga diet lainnya adalah diet yang mengandung ikan rucah bergaram dimana tepung ikan dikurangi dan secara proporsional diganti dengan ikan rucah bergaram 50% (IRG-50), 75% (IRG-75) dan 100% (IRG-100). Satu diet lainnya adalah diet komersial (DK) yang tidak diketahui bahan pakannya. Benih baung berukuran ±50 g per ikan yang diperoleh dari salah satu pembenihan ikan lokal distok dalam keramba jaring apung 2 x 2 x 1.5 m dengan padat tebar 50 ikan fish per keramba dan diberi makan diet percobaan sampai kenyang, 2 kali sehari selama 3 bulan. Diet ikan rucah bergaram dicirikan oleh kadar garam, abu dan fiber yang lebih tinggi, akan tetapi tidak berbeda profil asam amino dan stabilitas pelet dalam air dibandingkan dengan diet kontrol. Substitusi tepung ikan konvensional secara keseluruhan (100%) dengan ikan rucah bergaram dalam diet ikan tidak mempengaruhi tingkat kelansungan hidup, pertambahan berat, tingkat pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, efisiensi protein dibandingkan diet kontrol, kecuali retensi protein yang menurun bila inklusi lebih dari 75%. Inklusi ikan rucah bergaram menggantikan tepung ikan sampai 75% tidak mempengaruhi komposisi proksimat tubuh ikan, akan tetapi inklusi lebih tinggi menurunkan kadar protein dan meningkatkan kandungan lemak tubuh ikan. Tidak terdapat perbedaan profil asam amino esensial, edible flesh, dress-out percentage, nilai rupa, tekstur, bau, rasa dan nilai keseluruhan (Overall) daging ikan antara yang diberi makan diet ikan rucah bergaram dan kontrol. Dibandingkan diet komersial, diet ikan rucah bergaram menghasilkan pertambahan berat, tingkat pertumbuhan spesifik, rasio efisiensi protein dan kandungan lemak yang lebih rendah; akan tetapi retensi protein, kandungan protein, rupa, tekstur, bau, rasa dan mutu overall yang lebih tinggi. Tidak terdapat perbedaan profil asam amino, edible flesh dan dress-out percentage antara ikan yang diberi makan ikan rucah bergaram dan diet komersial. Ikan rucah bergaram dapat diinklusikan dalam diet baung menggantikan tepung ikan konvensional sampai 75% tanpa mempengaruhi pertumbuhan, efisiensi pakan, utilisasi nutrien, komposisi tubuh, mutu sensoris dan profil asam amino.Item Pemeliharaan Benih Ikan Baung (Hemibagrus Nemurus) Dengan Teknologi Photoperiod(2016-12-13) Heltonika, Benny; NurasiahDalam budidaya perairan, ketersediaan benih yang berkualitas menjadi hal yang penting. Salah satu ikan khas dari provinsi Riau adalah ikan baung, ikan ini sudah dibudidayakan di beberapa tempat di propinsi Riau, namun yang menjadi kendala bagi masyarakat pembenih ikan baung adalah masih minimnya benih yang dihasilkan serta perkembangan benih yang belum optimal jika dibandingkan dengan benih ikan patin, selain itu permasalahan tingginya tingkat kanibal (memakan sesama) pada benih ikan baung cukup tinggi, ini juga menjadi kendala. Dari beberapa hasil kajian, pada ikan nocturnal (aktif di malam hari), photoperiod menjadi salah satu solusi dalam memecah permasalahan ini, pada ikan selais yang dipelihara pada kondisi dominan gelap memberikan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan kondisi nrmal, dan tingkat agresifitas terhadap pakan juga lebih baik (Windarti dan Heltonika, 2015). Mustapha et al. (2012) mengungkapkan larva ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dipelihara pada kondisi photoperiod dimana dipelihara dalam kondisi gelap 24 jam sehari memberikan pertumbuhan yang terbaik. Hal serupa juga diungkapkan Solomon dan Okomoda (2012) bahwa ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dipelihara pada kondisi 24 jam gelap memberikan tingkat kelulushidupan yang terbaik, tingkat kerusakan tubuh akibat gigitan/kanibalisme tidak ditemukan, pertumbuhan lebih cepat dan konversi pakan lebih baik. Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan kajian bagaimana pengaruh photoperiod terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan benih ikan baung. Metoda yang digunakan berupa ekperimen dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan, perlakuan yang digunakan berupa pemeliharaan benih ikan baung dengan pola photoperiod (pencahayaan) yang berbeda, yaitu dengan lama waktu pencahayaan 24 jam terang perhari (D0 : L24), 12 jam terang dan 12 jam gelap (D12 : L12) serta kondisi gelap 24 jam perhari (D24 : L0). Prosedur penelitian berupa penyiapan wadah yang terkontrol dan tertutup, dengan pemberian cahaya dengan lampu 16 watt dengan dilengkapi timer sebagai pengontrol waktu hidup lampu. Hasil dari kajian yang dilakukan, menunjukkan jika aplikasi potoperiod memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam memacu pertumbuhan larva ikan baung, dimana dengan pemeliharaan dalam kondisi gelap total, memberikan angka pertumbuhan panjang dan bobot yang terbaik. Karena ikan baung merupakan ikan nocturnal (aktif di malam hari), maka kondisi gelap merupakan rekomendasi kondisi pemeliharaan bagi larva ikan baung.Item Studi morfologi dan molekuler Clinostomum Complanatum (Digenea, Clinostomidae) pada ikan air tawar di yogyakarta(2013-05-28) Riauwaty, MorinaClinostomiasis adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh trematoda digenea Clinostomum complanatum atau lebih dikenal dengan “yellow grub”. Parasit ini bersifat zoonotik yang menyebabkan penyakit “laryngo-pharingitis” dan dapat mengakibatkan kematian karena terjadi Asphyxia pada manusia (Kifune dan Kousaka, 1994; Vianna et al., 2005). Penularan pada manusia dapat terjadi bila memakan ikan mentah yang terinfeksi Clinostomum complanatum atau memakan ikan yang tidak dimasak secara sempurna. Kasus ini terjadi pertama sekali di Jepang (Yamashita, 1938; Kifune et al., 2000), Israel (Witenberg, 1944), India (Cameron, 1945), Korea (Chung et al., 1995a), Thailand (Chung et al., 1995a; Tiewchaloern et al., 1999) dan Iran (Kifune et al., 2000). Infeksi Clinostomum complanatum pada ikan air tawar di Indonesia mengakibatkan kematian ikan, kegagalan dalam usaha budidaya ikan dan kerugian ekonomi (Mitchell, 1995). Ikan yang terinfeksi parasit ini menunjukkan gejala perubahan tingkah laku, pertumbuhan ikan terganggu, berat badan menurun, kehilangan napsu makan, frekuensi berenang berkurang, warna tubuh pucat, pergerakannya menjadi lambat (Lacerda et al., 2008; Mwita dan Nkwengulila, 2008). Ikan akan mati jika ditrasportasikan dalam jarak jauh (Lo et al.,1982). Akibat adanya kasus ini, maka penelitian tentang morfologi dan molekuler Clinostomum complanatum terus berkembang. Selama ini informasi tentang identifikasi yang akurat untuk mendiagnosa suatu penyakit dan menanggulangi penyebab penyakit di Indonesia masih terbatas, oleh sebab itu penemuan spesies baru pada suatu daerah dapat digunakan sebagai alat diagnostik suatu penyakit. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian tentang studi morfologi dan molekuler Clinostomum complanatum di Yogyakarta perlu dilakukan sebagai data awal untuk mengetahui kekerabatan parasit di Indonesia.Item Penyuluhan Bahan Kimia Dalam Bentuk Gas Yang Berbahaya Disekitar Kita Di Rt 10 Rw 01, Dusun Iii Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar Provinsi Riau(2013-04-22) Erna, Maria; Haryati, Sri; Anwar, Lenny; Sukmiwati, MeryTelah dilakukan penyuluhan tentang bahan kimia dalam bentuk gas yang berbahaya disekitar kita terhadap ibu-ibu PKK yang ada di RT 10 RW 01, Dusun III Desa Rimbo Panjang Kec. Tambang Kab. Kampar Prov. Riau. Metode penyuluhan yang dilakukan adalah diskusi informasi agar setiap peserta benar-benar memahami bahan kimia dalam bentuk gas yang berbahaya disekitar kita. Sebelum dan setelah kegiatan dilaksanakan setiap peserta akan mengikuti pretes yaitu berupa angket. Setelah penyuluhan peserta kembali diberikan tes untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan pemahaman peserta mengenai bahan kimia dalam bentuk gas yang berbahaya. Hasil penyuluhan memperlihatkan pengetahuan peserta setelah penyuluhan menjadi meningkat yaitu dari 60% menjadi 100%.