Browsing by Author "Silvina, Fetmi"
Now showing 1 - 3 of 3
Results Per Page
Sort Options
Item Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Volume Media Untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Kelapa Sawit(2013-04-18) Mumiati; En Yulia, Arnis; Silvina, Fetmi; Ariyani, ErlidaBibit berkualitas merupakan tahap awal dalam pengelolaan tanaman yang diusahakan. Salah satu upaya untuk mendapatkan bibit yang berkualitas adalah dengan pemilihan media. Media yang baik untuk pertumbuhan bibit adalah mempunyai aerase yang baik, kapasitas memegang air yang tinggi dan dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman. Untuk pembibitan kelapa sawit, baik perkebunan besar maupun perkebunan rakyat menggunakan media berupa top soil yang diambil sampai kedalaman 20 cm dari tanah mineral. Pengadaan bibit dalam jumlah besar, dibutuhkan tanah untuk media dalam jumlah yang banyak dan ketersediaarmya semakin berkurang. Media berftmgsi sebagai tempat berpegang akar, penyedia air dan unsur hara supaya bibit dapat tumbuh dengan baik. Untuk menghasilkan bibit yang berkualitas tetapi penggunaan tanah lebih efisien dapat dilakukan dengan mengurangi volume atau berat media yang diisikan ke dalam polibeg pembibitan tetapi diimbangi dengan meningkatkan kesuburan tanah yang akan digunakan sebagai media. Salah satunya dengan menambahkan pupuk organik diantaranya kompos.Item PEMBERDAYAAN PETANI RIAU MELALUI PERTANIAN TERPADU(2015-02-28) Murniati; Armaini; Puspita, Fifi; Silvina, FetmiDaerah Riau merupakan wilayah tropis basah dengan jenis tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) terluas setelah Gley humus, yakni mencapai 32,47% ari total luas wilayahnya (BPS provinsi Riau, 2005). Umumnya lahan berupa lahan kering yang memerlukan system pengelolaan yang tepat agar lebih berdaya guna. Lahan kering yang ada di Indonesia dijumpai dalam berbagai variasi yakni berbukit dengan tingkat kemiringan lahan yang berbeda, dan Riau sebahagian besar lahan kering ini merupakan dataran rendah, yang berpotensi sebagai sumberdaya tanah pertanian lahan kering ataupun lahan sawah. Pemanfaatan sumberdaya alam untuk berbagai aktifitas kehidupan selalu dihubungkan dengan peningkatan efektifitas pelestarian lingkungan, termasuk kegiatan pembangunan pertanian. Kondisi tersebut sudah menjadi kebutuhan utama, mengingat selama revolusi hijau berlangsung tujuan dari pembangunan pertanian masih bertumpu pada perbaikan sektor ekonomi. Kegiatannya tidak memihak kepada dampak yang diterima lingkungan sekitarnya, seperti air, udara dan tanah(khususnya penurunan kesuburan dan kesehatan tanah), serta munculnya berbagai produksi pertanian yang non higienis yang disinyalir dapat menimbulkan penyakit degeratif bagi konsumen. Capra dalam Zulaiha (2011) menyatakan bahwa revolusi hijau tidak membantu para petani, tanah maupun jutaan penduduk dunia yang kelaparan, tetapi hanya membawa keuntungan bagi korporasi petrokimia. Revolusi hijau telah menggeser berbagai pengetahuan lokal yang ada pada petani kita dan menggantikannya dengan teknologi konvensional dan teknologi input tinggi. Perkembangan paradigma baru pembangunan pertanian juga menuntut adanya keselarasan antara potensi sumberdaya alam/ lingkungan dengan pemanfaatan yang bijak, demi terwujudnya peningkatan ekonomi berbasis ekologi, yang layak dan dapat diterima secara social. Tuntunan ini perlu diimplementasikan ke petani sebagai pengguna, melalui penerapan teknologi pertanian, baik yang merupakan temuan hasil uji coba teknologi pertanian ramah lingkungan, maupun pengelolaan di tingkat petani yang menganut kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan. Fokus kegiatan yang lebih bermanfaat dalam hal ini antara lain: 1. Mengurangi penggunaan input luar, dan menggantikannya dengan sarana produksi dari produk berbagai teknologi ramah lingkungan. 2. Melakukan perubahan mendasar terhadap prinsip pola tanam yakni dari usaha tani monokultur menjadi usaha tani yang mengusahakan berbagai kegiatan pertanian lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi fisik lahan yang dimiliki petani. 3. Mengupayakan peningkatan pengetahuan petani. 4. Membangun infrastruktur sesuai kebutuhan petani. 5. Mengaktifkan kegiatan organisasi ditingkat petani, diantaranya kelompok tani dan koperasi, melalui pemahaman dan perbaikan manajerial ditingkat petani.Item UPAYA MEMPERTAHANKAN MUTU BENIH KAKAO SELAMA PENYIMPANAN DENGAN PEMBERIAN BAHAN DESIKAN(2014-02-11) Zuhry, Elza; Silvina, FetmiCacao seed is recalcitran seed wich is not have dormancy phase and of vigorous fast its not germinated immediately after physiological ripening. The effort seed quality during storage can be done with adding desiccant matter. The aim of this research is to get seed such as 2% of seed weight (c1), 4% of seed weight (c2) and 6% of seed weight (c3). The second factor were the during storage after 1week (p1) 2week (p3) and weeks (p4) the parameters wich were referred to such as water consist of seed after storage, percentage of seed wich germinate in the en of storage percentage of broken seed after storage, percentage of seed which germinate in the end of storage. Percentage of broken seed after storage and soil emergence test the conclusion of this research was that cacao seed which was given desiccant matter (CaO) 6% of seed weight could defend seed quality of cacao during 3 weeks in storage.