PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DESA
No Thumbnail Available
Date
2018-01-05
Authors
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Abstract
Ketergantungan masyarakat pedesaan, dalam hal pembangunan merupakan akibat dari proses interaksi faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya yang mendasari munculnya negara sebagai satu kekuatan yang dominan. Hal ini menyebabkan aparat negara merasa mempunyai wewenang untuk secara langsung terlibat dalam pelaksanaan program pada tingkat desa. Inisiatif pembangunan pedesaan tetap ada pada tangan negara dan aparatnya. Kepala desa dan aparatnya masih tetap menjadi entree point yang utama bagi masuknya semua program pembangunan pedesaan.
Pada umumnya desa tidak mempunyai program pembangunan sendiri. Selama ini pembangunan desa yang dilakukan mengikuti program pembangunan kabupaten, bukan menurut pembangunan desa. Tegasnya pembangunan desa tetap diskenariokan oleh orang luar desa, baik pihak kabupaten, provinsi dan pusat. Hal ini akan membawa dampak berupa tidak terjadinya kesinambungan pembangunan (sustainability), tidak demokratis karena sebagian besar unsur masyarakat tidak diikutsertakan, tidak transparan karena masyarakat tidak tahumenahu tentang apa yang sedang terjadi, dan pada akhirnya tidak dapat dipertangungjawabkan (accountability).
Dengan memiliki 12 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 209 desa, Kabupaten Kuantan Singingi sedang melaksanakan otonomi desa sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun untuk melaksanakan otonomi desa tersebut kendala yang dihadapi cukup banyak, antara lain kemampuan dan pengalaman aparatur desa masih sangat rendah dan terbatasnya infrastruktur ke dan di desa. Berkenaan dengan fenomena di atas, kajian terhadap kesiapan aparatur desa dalam mempersiapkan peren-canaan desa menyosong era otonomi desa sangat perlu dilakukan.
Buku ini memaparkan kesiapan desa dalam menghadapi otonomi desa dengan mengambil studi di Kabupaten Kuantan Singingi yang ber tujuan untuk mengetahui kesiapan dan kemampuan aparatur desa dan kelembagaannya dalam melaksanakan otonomi desa ser ta untuk mengetahui perencanaan apa saja yang dirancang aparatur desa dan kelembagaannya dalam menerima intervensi dari luar, baik berupa uang, prosedur, maupun metode pemberdayaannya.