Biokimia dan potensi bioteknologi fungi biokontrol untuk aplikasi dalam bidang pertanian, industri “hijau” dan farmasi
No Thumbnail Available
Date
2012-11-11
Authors
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Abstract
Untuk meminimalkan pemakaian pestisida kimiawi sintetik yang sering berdampak buruk
bagi lingkungan dan kesehatan, sejak beberapa tahun telah dikembangkan fungi biokontrol
untuk perlindungan tanaman dari hama dan penyakit. Fungi biokontrol adalah fungi, atau
yang lebih umum dikenal sebagai jamur benang, yang dapat menghambat secara biologis
pertumbuhan patogen tanaman, parasit atau insekta. Terdapat beberapa kriteria yang harus
dipenuhi oleh fungi untuk dapat digunakan sebagai fungi biokontrol, yaitu fungi tersebut
tidak bersifat patogen terhadap hewan atau tanaman, kompatibel atau cocok dengan
lingkungan pertumbuhan tanaman, dan jika akan digunakan di lahan pertanian yang telah
pernah dilakukan penyemprotan dengan pestisida sintetik, maka fungi biokontrol tersebut
harus resistan terhadap residu pestisida yang tersisa.
Beberapa fungi biokontrol yang telah dikembangkan antara lain adalah Paecilomyces
lilacinus, Pochonia chlamydosporia, Hirsutella rhossiliensis, H. minnesotensis (antinematoda)
(Johnson et al., 2009) , Lecanicillium lecanii, Beauveria bassiana, Isaria
takamizusanensis, Nomuraea anemonoides (anti-serangga patogen) (Sun and Liu, 2006,
Johnson et al., 2009, Sosa-Gomez et al., 2009); Chaetomium sp (Tomilova and Shternshis,
2006); Epicoccum nigrum sp (Larena et al., 2004)., Gliocladium sp. , Trichoderma viride
(anti-fungi patogen tanaman), and Trichoderma harzianum (anti-fungi patogen tanaman dan
anti-nematoda) (Harman and Kubicek, 1998). Orasi ilmiah ini akan menitik beratkan
pengulasan pada Trichoderma dan Gliocladium sebagai dua genus yang memiliki banyak
1
spesies fungi biokontrol pelindung tanaman yang multi-fungsi. Selain memiliki kemampuan
sebagai pelindung tanaman, beberapa spesies dari kedua genus ini memiliki potensi dalam
industri bioteknologi dan kesehatan, karena kemampuannya menghasilkan berbagai
biokatalisator (enzim) hidrolitik ekstraselular, dan juga antibiotik. Kemampuan berbagai
spesies dari kedua genus ini untuk menghasilkan enzim hidrolitik dan senyawa-senyawa
antifungi, antikhamir dan antibakteri, tak lepas dari kemampuannya untuk melindungi
tanaman dari berbagai penyakit. Enzim hidrolitik yang dihasilkan Trichoderma dan
Gliocladium, meskipun di alam berfungsi bagi fungi tersebut dalam memperoleh makanan,
dan juga melawan fungi atau mikroba lain, ternyata dapat digunakan untuk berbagai proses
industri penting, seperti dalam proses penyiapan bahan baku untuk bioetanol, penyamakan
kulit, biopulping, biobleaching, industri makanan, dan industri obat terapeutik. Salah satu
spesies Trichoderma yang sudah dianggap begitu penting dalam bioteknologi, karena enzimenzim
yang dihasilkannya sudah banyak digunakan dalam proses industri “hijau”, adalah
Trichoderma reesei (dikenal juga sebagai Hypocrea jecorina, yaitu teleomorph-atau bentuk
seksual- dari T. reesei). Begitu pentingnya spesies ini, sehingga seluruh genom dari spesies
ini telah disekuens (http://gsphere.lanl.gov/trire1/trire1.home.html) (Druzhinina et al.,2006).
Fungsi sekuens genom ini adalah agar gen-gen yang berperan dalam produksi enzim, ataupun
antibiotik dari spesies ini, maupun kerabat dekatnya, dapat digunakan untuk rekayasa protein
biokatalisator, maupun rekayasa antibiotik, yang lebih efektif untuk aplikasi dalam berbagai
bidang industri maupun farmasi.