Abstract:
Dalam kurun waktu 14 tahun terakhir ini, pertanaman sayuran di Indonesia
diinfansi oleh tiga hama eksotik yang tergolong Genus Liriomyza (Diptera:
Agromyzidae). Infansi diawali oleh Liriomyza huidobrensis (Blanchard) sekitar
tahun 1994 (Rauf 1995), dan dua tahim kemudian diikuti oleh Liriomyza sativae
Blanchard (Rauf al. 2000). Jenis yang ketiga adalah Liriomyza chinensis Kato
yang dilaporkan pertama kali di Indonesia tahvm 2000 (Rauf & Shepard 2001).
Asal lalat pengorok daun ini adalah Amerika Selatan (Spencer 1973) dan
diperkirakan masuk ke Indonesia melalui perdagangan bimga potong dan produk
sayuran segar (Rauf 1995). Sekarang liama ini telah menyebar hampir ke seluruh
pertanaman sayuran di Indonesia. Pada tahun 2004, L. sativae dilaporican telah
menyebabkan kerusakan pada pertanaman sayuran di Pekanbaru, Riau.(Rustam &
Laoh 2004).
Dalam PHT, pengendalian hayati merupakan taktik pengendalian yang
perlu dikedepankan (Mujica dan Cisneros 2000). Untuk hama eksotik,
pengendalian hayati yang umum dilakukan adalah dengan cara mendatangkan
musuh alami dari negeri asalnya (Johnson 1993). Namun importasi musuh alami
dari negeri lain (secara klasik) dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko, yaitu
berupa kompetisi dan tergesemya spesies parasitoid asli Indonesia (Murphy dan
LaSalle 1999) dan banyak teijadi kegagalan dalam pengendalian hama. Oleh
karena itu, upaya pengendalian hayati yang diusulkan dalam penelitian ini adalah
pemanfaatan parasitoid lokal iindigmpus) Indonesia sesuai dengan yang
disarankan oleh Murphy dan LaSalle (1999).