Yusuf, Yusmar2016-03-082016-03-082016-03-08978-602-17588-09wahyu sari yenihttp://repository.unri.ac.id/xmlui/handle/123456789/8094Seni Melayu seakan mengulik, menguli segala yang berpaku di masa lalu. Seakan gamang memanjat masa depan melalui anak tangga masa kini.Semua itu tersebab oleh sebuah ‘anjuran’ besar untuk mengangkat segala jahitan dan benang bernama lokalitas, “batang terendam”, kembali ke akar tradisi.Melayu seakan ‘terantai’ atau malah ‘merantai” diri pada pokok kayu masa lalu. Seakan tak ikhlas menjalani kekinian untuk menerobos masa depan. Ihwal ini sejalan dengan geriang injab politik dan otonomisasi, yang seakan mendorong setiap ‘rumah batin’ kebudayaan di Indonesia menoleh ke masa lalu dalam hamparan permai[dani] masa lalu yang molek, mengkilap dan tinggi. Ingat: sesuatu yang hilang, senantiasa dimajeliskan dalam bingkai serba elok, molek dan indah ranggi. Dan masa lalu mengalami konstruksi berjemaah oleh ‘orang-orang kalah’ yang tengah tersasar atau malah tersesatmenjalani kekinian.enMelayu Dan Senikontemporer [Menggodamajelis Dunia Pada Anjakan Aras Menyerbu]UR-Proceedings