Sribudiani, EviYuliarsa2015-04-062015-04-062015-04-06wahyu sari yenihttp://repository.unri.ac.id/xmlui/handle/123456789/6915Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam menangani berbagai permasalahan kawasan hutan, perlu dan harus didukung perwujudannya. Dengan adanya unit yang mengelola kawasan langsung di tingkat tapak diharapkan pembangunan kehutanan secara menyeluruh dapat terlaksana. Masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam pengelolaan suatu kawasan hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kehidupan sosial budaya masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan KPHP Tebing Tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 343/Menhut-II/2011, luas wilayah KPHP Model Tebing Tinggi adalah 69.747 Ha yang terdiri dari Hutan Lindung (HL) seluas 412 Ha, dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 69.335 Ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 % masyarakat Desa Tanjung bermata pencaharian sebagai pekebun yaitu kebun karet, rumbia/sagu, kelapa, pinang dan rambutan, disamping itu terdapat juga masyarakat yang bermata pencaharian sebagai karyawan industri sagu (20%), dan PNS (10%). Penduduk asli Desa Tanjung yaitu suku melayu (80%). Selain suku melayu terdapat juga suku pendatang (20%) yaitu: suku china, batak, jawa, bugis, minang dan suku akit. Kerukunan antar suku di desa ini sangat terasa sehingga masyarakat Desa Tanjung terlihat harmonis dan saling menghargai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Desa Tanjung Peranap sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani kebun (68%). Disamping itu mata pencaharian masyarakat yang lainnya adalah nelayan (12%), pedagang (10%), peternak (5%), dan PNS (5%). Sebagian besar penduduk Desa Tanjung Peranap adalah penduduk asli melayu (70%), pendatang (30%). Pendatang yang berada di daerah ini menurut suku budayanya adalah suku china, batak, bugis, minang dan jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden (73%) tidak mengetahui dan tidak/belum memahami program pembangunan KPHP Model Tebing Tinggi, hanya sebagian dari aparat desa yang memahami dan mengerti tentang pembangunan KPH. Di dua desa contoh yang terpilih pada KPHP Tebing Tinggi, peran perempuan dalam hal pembangunan fisik tidak ada, tetapi dalam hal membantu suami atau bekerja menambah penghasilan cukup besar, misalnya jadi aparat desa, memotong karet (menyadap getah) di kebun bersama suami serta menjadi buruh industri rumah tangga, hal ini dilakukan dengan tidak mengesampingkan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga.enHutanKesatuan Pengelolaan HutanProduksisosial budayaIdentifikasi Sosial Budaya Masyarakat Di Sekitar Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Tebing TinggiUR e-Research