1.Seminar Nasional Teknik Kimia Topi Tahun 2006
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item Model Dan Kinetika Reaksi Belerang Dalam Larutan Kalium Karbonat(2015-09-28) Yuniati, YuyunPotassium sulfate is a kind of manure that commonly used. The making of potassium sulfate has been learned. The method is by oxidizing sulfur suspension in potassium carbonate solution. The problems in that process are feeding and process condition. Next, the simple process is made, by reacting sulfur with potassium carbonate solution before oxidize reaction product (solution) into potassium sulfate. The objective of this research was to learn the model and kinetics reaction of sulfur with potassium carbonate. From this research we get reaction model and kinetics data that we can use for reactor design and (reaction) process. This research is made in batch reactor which we used one-neck flask with heater and stirrer. Pouring 500 ml potassium carbonate into the reactor and being heating until several temperature. Then, 100 gram of sulfur is fed into the reactor and the reaction is run until several time. When the reaction is finish, the mixed solution is filtered and the filtrate is being analyze to obtained S that bind in K2S2O3 and K2S2, then the total conversion is count. From this research we can get some conclusions, that is reaction of sulfur with potassium carbonate is being controlled by chemical reaction regime. This statement is prove with time that sulfur needs for perfect reaction in chemical reaction regime is longer than in diffusion regime. The biggest kinetics constant was in 100 oC temperature, 1.15 N potassium carbonate concentration that is 7.83776 x 10-6 dm/menit. The fastest diffusivity was in 100 oC temperature, 2.11 N potassium carbonate that is 8.55935 x 10-10 dm2/menit.Item Pemanfaatan Bentonit Sebagai Adsorben Pada Proses Bleaching Minyak Sawit(2015-09-28) Yusnimar; Purwaningrum, Is sulistyati; Sunarno; Syarfi; DrastinawatiPenelitian tentang pemanfaatan bentonit sebagai adsorben pada proses bleaching minyak sawit telah dilakukan. Proses bleaching minyak sawit mentah (CPO) dilakukan dengan beberapa tahapan proses, yaitu proses aktivasi bentonit, proses penyabunan CPO dan proses bleaching CPO. Bentonit yang digunakan diperoleh dari daerah Lipat Kain Propinsi Riau Daratan. Bentonit yang akan digunakan pada proses bleaching, bentonit dibersihkan dan dihaluskan menjadi ukuran partikelnya 100 mesh dan 200 mesh, kemudian bentonit tersebut diaktivasi dengan menggunakan larutan H2SO4 5% di dalam tangki berbaffle, kemudian dipanaskan pada suhu 110oC sampai beratnya konstan. Sebelum CPO di bleaching, dilakukan proses penyabunan terhadap CPO dengan menggunakan larutan NaOH 10%, untuk memisahkan kotoran dan asam lemak bebas (FFA) dari minyak. Minyak dari hasil proses penyabunan tersebut di bleaching dengan menggunakan bentonit aktif pada suhu 70 – 80oC. Dari hasil proses bleaching diketahui bahwa warna minyak sawit mentah berubah dari berwarna coklat kemerah-merahan dan keruh menjadi kuning muda dan jernih. Variasi ukuran partikel bentonit terhadap warna minyak yang di bleaching tidak terlalu berbeda. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa bentonit asal daerah Lipat kain dapat digunakan sebagai adsorben atau bleaching agent pada proses pembuatan minyak sawitItem Proses Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kedelai(2015-09-28) Sari, Tuti Indah; Ali, Farida; Chandra, Sylvia Carolina; Christiyani, DwiMetanolisis minyak kedelai menggunakan katalis NaOH menghasilkan metil ester yang merupakan bahan bakar alternatif. Metil ester inilah yang disebut sebagai biodiesel, dan memiliki kemiripan sifat dengan minyak solar yang dihasilkan dari crude oil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka konversi yang dihasilkan semakin besar. Dapat dilihat pada rasio reaktan dan waktu yang sama, pada temperatur 30oC, konversi yang dihasilkan 19,67 % dan meningkat menjadi 55,48 % pada temperatur 70oC. Semakin lama waktu reaksi maka semakin besar konversi yang dihasilkan. Pada penelitian ini, konversi terbesar adalah 66,90 % yang berlangsung selama 120 menit. Semakin besar volume rasio reaktan minyak : metanol, maka konversi reaksi yang dihasilkan juga semakin besar. Pada penelitian ini, konversi terbesar adalah 66,90 % pada rasio reaktan minyak-metanol 1 : 2 dan waktu 120 menit. Konstanta kinetika reaksi mengalami peningkatan sejalan dengan kenaikan temperatur reaksi. Pada temperatur 70oC dicapai konstanta kinetika reaksi tertinggi yaitu sebesar 22,4731 x 10-6 menit-1. Dari perhitungan didapat persamaan nilai k yaitu k = 0,0147e(−81.218,39 / RT) . Berdasarkan hasil pengujian sifat fisis dengan cara ASTM (American Society for Testing and Materials) terhadap metil ester hasil penelitian dan blending / pencampuran antara metil ester minyak kedelai dengan solar, ternyata hasil trans-esterifikasi minyak kedelai mendekati sifat fisis bahan bakar mesin solar produksi Pertamina.Item Proses Penghilangan Oksigen Terlarut Dari Air Menggunakan Kontaktor Membran Serat Berlubang(2015-09-28) Sutrasno; Peter; Farida; Christina; Lubis, Sri HafwinaModul membran serat berubang telah banyak digunakan sebagai peralatan kontak karena memberikan luas permukaan yang tinggi pada volume pralatan yang kecil. Sebagai kontaktor gas-cair, tidak seperti halnya pada aplikasi proses membran konvensional seperti mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan osmosa balik, gaya penggerak bagi terjadinya proses pemisahan adalah gradien konsentrasi bukannya gradien tekanan. Dengan demikian hanya diperlukan perbedaan tekanan yang kecil di sepanjang membran untuk menjamin bahwa interfasa gas-cair tetap berada pada pori-pori membran. Studi ini menggunakan kontaktor membran serat berlubang berserat lepas untuk memisahkan oksigen terlarut dari air melalui proses vakum. Serat yang digunakan adalah MEMCOR CMF-S S10T dari MEMCOR Australia berukuruan 650 μm diameter luarnya, 130 μm tebal dindingnya dan 0,2 μm ukuran nominal pori membrannya. Ada 12 kontaktor membran yang digunakan dalam penelitian ini dengan fraksi kepadatan membran bervariasi dari 0,04 hingga 0,30. Dalam eksperimen kecepatan air divariasikan dari 50 hingga 75 Cm/detik, memberikan variasi pada bilangan Reynolds aliran dari sekitar 800 hingga 7000. Koefisien perpindahan massa yang diperoleh berdasar hasil eksperimen berkisar antara 0,006 hingga 0,015 Cm/detik. Berdasarkan hasil eksperimen terlihat bahwa koefisien perpindahan massa yang terjadi di dalam kontaktor turun dengan naiknya fraksi kepadatan membran di dalam kontaktor pada kecepatan air yang sama.Item Proses Pemutihan Bertingkat Pada Pulp Dari Tkks Hasil Proses Alkali-Methanol Dengan Katalis MgSO4(2015-09-28) Arita, SusilaPabrik CPO di Sumatera Selatan tersebar di hampir semua Kabupaten dengan kapasitas total produksi mencapai 1.300.000 t/th,dan limbah padat tandan kosong kelapa sawit mencapai 400.000 t/th. sedangkan pemanfaatannya masih sebatas bahan baku pembakaran lalu abunya digunakan sebagai pupuk kalium, tentunya selain kalium tanaman juga masih memerlukan jenis pupuk lainnya yang harus ditambahkan. Pemanfaatan tkks menjadi pulp (bubur kertas) sebagai bahan baku pembuatan kertas akan menjadikan tkks lebih berharga disamping menjaga lingkungan. Teknologi pembuatan pulp dengan menggunakan pelarut organik (etanol, asam asetat dll) sudah dilakukan banyak peneliti tanah air, namun pelarut pada proses pemutihan pulp masih menggunakan senyawa chlor. Pada penelitian ini proses pembuatan pulp dilakukan dengan campuran pelarut methanol-alkali dengan katalis MgSO4 ,Temperatur pemasakan dari 110-130oC, tekanan 3-7 atm, dengan waktu pemasakan 3 jam. dan bleaching dilakukan secara bertahap dengan pelarut HPO dengan konsentrasi berbeda (5-3-1 %V). Hasil pemutihan pulp cukup signifikan dilihat dari derajat putih (%GE) tahap I hanya 63,5%GE dan pada tahapan ke III mencapai 88,6 %GE namun % yield didapat hanya mencapai 56%.Item Pemanfaatan Batubara Lignit Untuk Bahan Bakar Cair Dengan Proses Liquifaksi(2015-09-28) SunarnoCadangan minyak bumi Indonesia saat ini tidak kurang dari 50 milyar barrel, namun cadangan efektifnya sekitar 1,6 milyar barrel. Cadangan ini diperkirakan akan habis dalam 7 – 8 tahun mendatang dengan tingkat konsumsi saat ini, bila tidak dilakukan ekstensifikasi dan intensifikasi, diversivikasi, konservasi dalam bidang energi. Untuk itu perlu mencari sumber-sumber energi yang terbarukan maupun yang tak terbarukan yang pada saat ini masih kurang atau belum dapat dimanfaatkan secara optimal seperti pemanfaatan batubara. Propinsi Riau merupakan daerah penghasil batubara, tepatnya didaerah Kuantan Singingi. Jumlah cadangan batubara yang ada di daerah ini berkisar 153.217.627 ton. Pada umumnya batubara yang ada ini adalah batubara berkualitas rendah yang termasuk golongan lignit yang mempunyai nilai kalori rendah yaitu 3294 – 6130 kkal/kg, sehingga batubara ini belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu perlu teknologi agar nilai ekonomi batubara lignit ini meningkat. Usaha yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah mencairkan batubara lignit ini dengan katalisator CoMo/Al2O3 dan pelarutnya tetralin. Variabel yang diteliti adalah pengaruh suhu dan waktu terhadap hasil cair yang diperoleh Penelitian dijalankan dalam reaktor autoclaf berpengaduk yang dilengkapi mantel pemanas. Proses diatas dilakukan untuk waktu dan suhu yang berbeda – beda yaitu pada kisaran 10 – 50 menit dan suhu 350 – 4500C.Item Preparation Of Sulfated Titania Aerogel For Glicerol Mono Oleate Syntesis Compared To Zeolite(2015-09-28) Tursiloadi, Silvester; SavitriSulfated titania (TiO2-SO42-) aerogel has been prepared through one-step synthesis by the sol-gel method using sulfuric acid as catalyst followed by the one-step CO2 supercritical extraction. Highly porous aerogel with a large surface area (469m2/g) and high porosity (pore volume 1.6cm3/g) has been obtained. Thermal evolution of the gels were evaluated by TGA-DTA, N2 adsorption, TEM and XRD, and the IR absorption spectra measurements were made to discuss the structure of sulfated titania. The anatase phase is stable after calcination at temperatures up to 700oC, and the specific surface area, total pore volume and average pore diameter of anatase phase do not change significantly after calcination at 600oC. Thermally stable and highly acidic sulfated titania aerogel is attractive as catalyst. The catalytic activity of the sulfated anatase shows better ability than Zeolite for application as a catalyst for etherification reaction of oleic acid (C18H34O2) with glycerol (C3H8O3) to produce glycerol mono oleate.Item Kajian Awal Pembuatan Pulp Akasia Dengan Metode Pulp Biologik(2015-09-28) Amraini, Said Zul; EvelynKraft process is used by the mostly pulp industries. This process can produce a good quality pulp, but it also gives negative impact to the environment. In order to solve this impact, we try to used a method of process that friendly to the environment. Its method is “ Biopulping”, a process with utilized the microorganism to produce a pulp, ie Trametes versicolor fungi sp. The objective of this research to investigate the possibility of biological process (fermentation) in producting the pulp. Hence, it was expected to give the information about the process condition by varying the air flow rate and the thickness of the chip. The result showed that the amount degradation of the lignin was decrease while the amount of α selulose showing decreasing too. For the variation of air flow rate, the lowest amount of α selulose and the highest amount of degradation of lignin is find at the rate 7 l/minutes. While for the variation of the thickness of the chip, the lowest amount of α selulose and the highest amount of degradation of lignin is find at 3 mm.Item Penurunan Kadar H2s Dalam Gas Bio Hasil Anaerobic Digestion Sludge Limbah Industri Dengan Menggunakan Kolom Adsorpsi Karbon Aktif(2015-09-28) Juliastuti; Thahir, RamliBiogas atau gas bio yang mempunyai kandungan utama berupa gas metane, merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa yang mengandung senyawa organik seperti sampah organik, kotoran ternak, ataupun sludge pengolahan limbah domestik / industri dengan proses anaerobic digester. Dalam penelitian pembuatan biogas ini bahan baku berasal dari sludge pengolahan limbah industri yang diproses secara anaerobic digester dengan menambahkan starter dari kotoran sapi dicampur dengan air ( 1 : 5 ). Starter disimpan selama lima hari. Starter dicampur dengan sludge dari PT SIER dan air dengan perbandingan (1 : 2 : 4) sebanyak 25 liter kemudian diaduk hingga homogen sebelum dimasukkan kedalam fermentor berukuran 30 liter, dengan menjaga proses pada range pH 6,8 – 7,2 serta suhu 32°C. Proses digestion berlangsung selama 25 hari. Selama proses fermentasi dilakukan pengukuran pH dan suhu tiap hari sedangkan sample dianalisa MLSS dan MLVSS serta COD tiap 5 hari. Kandungan H2S dalam gas bio dapat menyebabkan terjadinya korosi pada peralatan yang terbuat dari logam sehingga untuk menurunkan kadar H2S dalam gas bio, maka produk gas bio dari anaerobic digester diadsorpsi dengan karbon aktif berukuran 6, 10 dan 14 mesh dalam kolom adsorpsi berukuran tinggi 180 cm dan diameter kolom 3,75 cm. Ukuran karbon aktif yang memberikan hasil terbaik adalah karbon aktif berukuran 14 mesh dengan effisiensi 99 % dengan kecepatan 200 ml/menit gas bio. Biogas yang dihasilkan dalam penelitian ini mempunyai komposisi CH4=80%, H2S=2,8%, CO2=15,62%, CO=0,31% dan N2=1,22% volume. Tujuan dari penelitian ini selain meningkatkan kemurnian kandungan gas methan dalam biogas hasil pemanfaatan sludge pengolahan limbah industri sehingga meningkatkan nilai tambah dari sludge, juga untuk mendapatkan energi alternatif yang ramah lingkungan.Item Application Of Sieve/Screen Analysis In Petroleum Industry, Determine Gravel And Screen Size To Control Sand Production(2015-09-28) Lesmana, Ruly; Ardyanto, HarryThe formation sand that produced together with oil and/or gas creates a number of potentially dangerous and costly problem (Losses in production, erosion damage, sand disposal, etc). In petroleum industries which explore and produce crude oil, sieve analysis is used/applied to describe the population of formation sand grain size. Sieve analysis became the accepted method for characterizing both the formation sand and the gravel which to be used to control sand production. Gravel Pack is currently the most used and most successful method of sand control, whereas the screen will holds the gravel in place. The main objectives of this experimental study are, describing the population of formation sand, determine the uniformity coefficient, define the gravel pack size that can minimize and/or stop formation sand movement and screen gauge that be hold the gravel in place. The experimental study was started by coring job program. Core samples were taken from varies depth of two new wells, well A and well B that located in North Duri Field. Formation sand sample of well A came from the following depth; 521’, 547’, 601’ and 608’. While, formation sand sample of well B taken from; 623’, 637’, 650’, 664’, 690’ and 710’. Prior to sieve analysis each formation sand samples must be cleaned from any impurities substance by using Soxhlet extraction and Toluene used as solvent. It is then dried, grains separated with a mortar and pestle, being careful not to crush but only to separate individual grains. Then, the sand sample (from core) of known weight is passed through a set of sieves of known mesh sizes. Based on data interpretations and calculations, we got some conclusions as followed: all of the sand formation samples relatively uniform, indicated by their Uniformity Coefficient (C) less than 5, The proper gravel pack size that can stop and/or minimize sand production is +20– 40 (Comparing Total Pressure drop of varies gravel sizes - Darcy’s Law), whereas the screen gauge that used to hold gravel is 12 gauge (0,012 Inch)Item Perhitungan Ekonomi Dan Analisa Sensitivitas Pabrik Minyak Sawit Dengan Proses Kontinu(2015-09-28) Martin, Ranti; Pujiati, Anik; ZulfansyahPalm oil mill with continue process is a new technology that more efficient than semi continue process. There is a pretreatment for fresh fruit bunch (FFB) before entering process and sterilizer is combining with stripper. The palm oil mill with continue process have total capital investment about 907,5 billion Rupiah at production capacity 150.000 ton per year. Total production cost is about 712 billion Rupiah per year and after taxes rate of return is 32%. Total capital investment is counted base on the equipment price, and 36% of equipment price is the purchase of sterilizer-stripper and equipment for pretreatment. The price of raw material is the most affected to total production cost, it is about 82,7% of total production cost. For 100% production capacity, the total production cost will equal to total income at increasing of raw material price about 82% and decreasing of product price about 40%. Sensitivity analysis for this process shows that plant capacity, the price of raw material and product are the major factor that can have an effect to economic parameter for palm oil mill with continue processItem Pengolahan Limbah Mengandung Asam Oksalat Dengan Metode Wet Oxidation Berkatalis CoSO4(2015-09-28) Chairul; Sulistyati, Is; Rahmi; Handayani, SriWet Oxidation (WO) merupakan salah satu metode pengolahan limbah secara kimia dengan menggunakan reaksi oksidasi fasa cair pada temperatur dan tekanan yang tinggi ((125 – 320 oC dan 5 – 20 bar). Penelitan ini bertujuan untuk mempelajari WO asam oksalat, pengaruh variabel proses dan kinetika reaksinya. Konsentrasi awal asam oksalat yang digunakan adalah setara dengan konsentrasi COD 1125 mg/L. Untuk mempercepat terjadinya reaksi digunakan CoSO4 sebagai katalis. Peralatan yang digunakan berupa otoklaf berpengaduk dirangkai dengan peralatan untuk mengalirkan oksigen, penangas minyak (oilbath) serta kran pengeluaran sampel dan purging. Operasi dilakukan secara semibatch. Variabel yang digunakan adalah temperatur 120, 130 dan 140 °C dan penggunaan katalis. Hasil penelitian menunjukkan penyisihan COD rata-rata pada masa start-up adalah 16% sedangkan saat proses WO ± 4%.Item Kinetika Ekstraksi Reaktif Silika Dari Abu Sabut Sawit(2015-09-28) Utama, Panca Setia; Saputra, EdyAbu sabut sawit merupakan sumber silika yang cukup potensial tetapi belum banyak termanfaatkan. Proses ekstraksi silika dalam abu sabut sawit dengan menggunakan pelarut NaOH merupakan salah satu cara untuk mendapatkan silika dengan kemurnian yang tinggi. Dibandingkan dengan metode lain proses ini memiliki keunggulan yaitu dapat dihasilkannya silika dengan kemurnian yang tinggi dan suhu proses yang relatif rendah. Dalam proses tersebut dijumpai sistem heterogen yang melibatkan perpindahan massa padat-cair dan reaksi kimia. Proses ekstraksi silika dari abu sabut sawit dengan pelarut NaOH dapat dilakukan secara batch pada tangki berpengaduk. Mula-mula larutan NaOH dimasukkan dalam tangki dan dipanaskan dalam waterbath sampai suhu tertentu. Kemudian abu sabut sawit dimasukkan dalam tangki dan diaduk pada kecepatan pengadukan tertentu. Setiap selang waktu tertentu cuplikan diambil dan dianalisa kadar Silikonnya (Si) dengan AAS. Variabel yang dipelajari adalah variasi suhu pada kisaran 80 oC sampai dengan 105 oC. Pada percobaan ini proses ekstraksi silika dapat didekati dengan model reaksi homogen semu orde satu terhadap NaOH, dengan kesalahan relatif rata-rata sekitar 2 %. Konstanta kecepatan reaksi over all pada kisaran suhu percobaan dapat didekati dengan persamaan Arrhenius, berbentuk : k’ = 28960 exp (-6021,3 /T ) ( men-1) dengan kesalahan relatif 3,7 %Item Potensi Limbah Padat Sawit Sebagai Sumber Energi Alternatif(2015-09-28) PadilKegiatan dalam proses industri tampaknya tidak terlepas dari sisa produksi baik itu industri pertanian maupun industri kimia lainnya. Secara umum buangan atau sisa produksi tersebut biasa dinamakan limbah. Limbah industri ada berbagai macam, misalnya limbah padat, cair dan gas. Limbah padat pertanian (biomassa) yang banyak di Indonesia khususnya di Propinsi Riau adalah limbah padat sawit diantaranya adalah batang, cangkang, pelepah, tandan kosong, sabut , yang merupakan sisa dari industri sawit pada saat peremajaan maupun pada setiap saat pemanenan, yang belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah padat sawit tersebut pada hakekatnya hanya limbah, ternyata dapat digunakan untuk menghasilkan energi alternatif seperti bio oil pengganti minyak tanah dan bio etanol pengganti bensin. Adapun tujuan dari kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang potensi limbah padat sawit di Indonesia dan khususnya di Riau. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan di atas adalah dengan mengambil data dari Dinas Perkebunan dan Badan Pusat Statistik, kemudian diolah kembali oleh penulis. Dari hasil kajian yang sudah dilakukan pada tahun 2005 di Indonesia terdapat sabut kelapa sawit 6.704.761 ton, cangkang 3.657.142 ton, dan tandan kosong sawit 14.019.048 ton. Khususnya di Riau pada tahun 2004 terdapat sabut kelapa sawit 415.180 ton, cangkang 226.461 ton, dan tandan kosong sawit 868.103 tonItem Cloud Point Campuran Minyak Solar Dan Plastik Polietilena(2015-09-28) Soewarno, Nonot; Sumarno; Wibawa, Gede; BahruddinBeberapa peneliti terdahulu sudah menunjukkan bahwa campuran sampah plastik dengan bahan bakar diesel dapat digunakan sebagai bahan bakar pada mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar diesel. Salah satu spesifikasi utama yang harus dilengkapi dari bahan bakar tersebut adalah cloud point. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari cloud point bahan bakar alternatif yang dibuat dari campuran plastik polietilena dengan bahan bakar diesel jenis high speed diesel (minyak solar). Secara eksperimen, cloud point ditentukan dengan mengamati saat mulai terbentuknya padatan (cloud) dalam larutan. Cloud point diamati pada komposisi polietilena yang bervariasi. Selanjutnya, cloud point dimodelkan sebagai kondisi kesetimbangan padat-cair, dimana koefisien aktivitas polimer dinyatakan dengan model Entropic-FV. Data eksperimen dikorelasikan dengan model melalui penentuan parameter interaksi dari model Entropic- FV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cloud point dari campuran sangat berbeda dibandingkan dengan minyak solar, dan tergantung pada komposisi polietilena. Data eksperimen dan model dapat berkorelasi dengan baik, terutama pada kondisi dimana parameter interaksi dianggap dependen terhadap suhu campuran. Pada kondisi tersebut nilai AAD adalah paling kecil, yaitu sebesar 0,44%.Item Sintesis Dan Karakterisasi Membran Hibrid Organik-Anorganik Via Proses Sol-Gel Dan Pembalikan Fasa: Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Struktur Dan Sifat Membran(2015-09-28) Zulfikar, Muhammad AliMembran hibrid poli(metil metakrilat) (PMMA)/SiO2 telah berhasil dibuat melalui proses sol-gel dan pencelupan-pengendapan ke dalam air dari larutan terner yang diperoleh melalui penambahan sejumlah TEOS yang berperan sebagai prekursor anorganik ke dalam larutan PMMA. Dalam penelitian ini membran hibrid PMMA/SiO2 disintesis pada berbagai jenis pelarut. Film membran yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi melalui pengukuran permeabilitas air, ukuran pori, FTIR dan analisis SEM. Dari hasil analisis diperoleh bahwa permeabilitas air dan ukuran pori akan meningkat dengan meningkatnya kepolaran pelarut yang digunakan. Dari hasil analisis FTIR dapat dilihat bahwa struktur membran yang dihasilkan relatif sama. Hasil analisis SEM memperlihatkan bahwa morfologi membran berubah dari struktur fasa co-continuous menjadi struktur bersel ketika meningkatnya kepolaran pelarut yang digunakanItem Menurunkan Kandungan Ammonia Di Gas Buang PT.Dsm Kaltim Melamine Bontang(2015-09-28) Ahmadi, Muchlis; Susilo, Paulus JokoPT.DSM KALTIM MELAMINE Bontang adalah melamine plant yang proses produksinya menggunakan stamicarbon prosess. Kapasitas awal pabrik adalah pada kondisi rate urea feed 20 T/h, namun pada perkembangannya, pabrik bisa beroperasi pada rate urea feed 24 T/h. Secara umum tahapan proses produksi terdiri dari front end, back end dan carbamate section. Bahan baku pabrik melamine terdiri dari urea melt dan ammonia yang di supply oleh PT.PUPUK KALTIM. Dalam proses yang terjadi, sebagian besar ammonia dikirim kembali ke front end dan sebagian lagi dikirim kembali ke PKT dalam bentuk carbamate. Namun sebagian kecil lagi, ammonia harus dibuang bersama gas gas yang lain sebagai gas buang. Batasan kandungan ammonia dalam gas buang di stack diatur oleh keputusan pemerintah yang tertuang dalam Kepmen LH No.133 tahun 2004 dimana maksimal ammonia di gas buang adalah 500 mgr/Nm3. Permasalahannya adalah bahwa design pabrik dilakukan jauh sebelum Kepmen dikeluarkan. Dimana dari neraca massa diketahui bahwa konsentrasi ammonia di gas buang adalah 5000 ppm. Berdasarkan hal tersebut maka harus dilakukan studi untuk memenuhi peraturan dari pemerintah tersebut. Dari hasil studi diputuskan untuk memasang plate heat exchanger di absorbent. Pada kondisi normal operasi, usaha ini bisa menurunkan kandungan ammonia di stack sampai menjadi 450 – 700 .ppm. Dalam perjalanannya, setelah plant shut down pada bulan mei 2006 kandungan ammonia di stack naik menjadi sekitar 1500 -2500 ppm. Dari hasil investigasi masalah diketahui bahwa penyebab naiknya konsentrasi ammonia di gas buang adalah dikarenakan adanya bocoran ammonia di PPV-3202. PPV-3202 adalah valve pengaman ammonia compressor pada saat emergency shut down, pada normal operasi seharusnya menutup penuh. Karena ada bocoran tersebut, maka jumlah ammonia yang ke stack system meningkat sehingga konsentrasi ammonia di gas buang naik. Karena perbaikan PPV-3202 baru bisa dilakukan pada saat plant shut down. Maka selama perbaikan belum bisa dilakukan, upaya yang dilakukan adalah dengan cara mengencerkan absorbent dengan condensate. Hal ini bisa menambah kemampuan melarutkan ammonia di absorber sehingga kandungan ammonia di gas buang turun menjadi sekitar 800 – 1200 ppm, namun pengaruh yang muncul adalah bertambahnya kandungan air di carbamateItem Kesetimbangan Biosorpsi Logam Berat Pb(Ii) Dengan Biomassa Aspergillus Niger(2015-09-28) Listiarini; Putra, Maeko; Amri, Amun; Fadli, Ahmad; Heltina, Desi; ChairulPenelitian Kesetimbangan Biosorpsi Logam Berat Pb2+ dengan Biomassa Aspergillus Niger dilakukan untuk mendapatkan karakteristik dan parameter kesetimbangan biosorpsi yang berguna bagi perancangan unit operasinya. Percobaan diawali dengan pembiakan biomassa Aspergillus Niger sehingga mencapai jumlah yang cukup untuk percobaan. Sejumlah 1 mg biomassa dikontakkan dengan 25 ml larutan logam Pb2+ pada berbagai konsentrasi larutan awal (Co) di dalam erlenmeyer sampai mencapai waktu kesetimbangan, dan dilakukan pada suhu kamar serta pH 5. Dengan menggunakan AAS sampel dianalisa, kemudian diperoleh sederet pasangan data logam yang tersisa dalam larutan (Ce) dan logam terjerap saat kesetimbangan (qe), yang kemudian diplot membentuk kurva kesetimbangan (isotherm) adsorpsi (biosorpsi). Percobaan yang sama dilakukan untuk mendapatkan kurva isotherm adsorpsi pada berbagai variasi suhu dan pH yang lain, yaitu suhu 40 0C dan 50 0C serta pH 3 dan pH 8. Dari percobaan diperoleh waktu kesetimbangan sekitar 24 jam, data kesetimbangan (isotherm) menunjukkan bahwa proses biosorpsi berlangsung optimal pada pH 5 dan suhu kamar (270C) dan adsorpsi yang terjadi merupakan sistem yang komplek dengan kombinasi dari berbagai mekanisme. Nilai konstanta kesetimbangan Langmuir sebesar KL = 0,0295 l/mg dan nilai panas adsorpsi (ΔH) sebesar –0,73225 kcal/mol oK.Item Meningkatkan Produksi Biosurfaktan Bakteri Bacillus Maceran Strain TS9-8 Dengan Perlakuan Faktor Lingkungan ( Ph, Suhu Dan Suplai Oksigen).(2015-09-28) Hasbi, Muhammad; Tabrani, GunawanBiosurfaktan merupakan salah satu produk bioremedisi untuk penangani pencemaran minyak bumi di perairan ataupun lahan yang ramah lingkungan. Peningkatan produksi akan memperbesar efisiensi pemulihan pencemaran sehingga pemulihan lingkungan dapat berjalan lebih cepat. Untuk peningkatan produksi biosurfaktan oleh bakteri Bacillus maceran Strain TS9-8 telah dilakukan kajian dengan percobaan foktorial terhadap proses permentasi selama 24 jam. Percobaan yang dilakukan terdiri dari tiga factor dan masing-masing tiga taraf untuk pH dan suhu, sedanagkan suplay oksigen satu taraf saja: (pH: 5,3 ; 6,8 ; 8,3 , Suhu 30oC ; 33,5oC; 37oC dan suplay oksigen 200 rpm). Berdasarkan hasil analisis uji DNMRT 5% menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan pH berpengaruh sangat nyata terhadap produksi biosurfaktan dimana taraf pH 8,3 dengan suhu 30oC memberikan hasil yang paling tinggi. Sebaliknya interaksi yang sama memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan pertumbuhan bakteri Bacillus maceran Strain ST9-8.Item Pembuatan Polyol (9,10 Asam Dihydorxy Stearat) Dari Asam Oleat Menggunakan Asam Peroksi Formiat(2015-09-28) Ifa, La; Sabara, Zakir; Sunarno; Susianto; MahfudPolyol merupakan salah satu bahan untuk pembuatan bahan plastik/polymer polyuretan, yang sehari-hari banyak digunakan sebagai busa, isolasi pada pipa, karpet, pengepakan, dan sebagainya yang selama ini diperoleh dari produk turunan minyak bumi. Mengingat minyak bumi merupakan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui dan cadangannya terbatas, maka perlu dipertimbangkan bahan baku alternatif yang bersifat dapat diperbaharui (renewable) yakni asam oleat yang berasal dari minyak nabati contoh : minyak sawit merupakan produk unggulan Indonesia yang produksinya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Polyol berbasis asam oleat (9,10 dihydroxy stearat) dibuat dengan menambahkan asam peroksi kedalam asam oleat disebut sebagai reaksi asam peroksi dengan asam oleat untuk membentuk asam oleat terepoksidasi didalam reaktor teraduk pada suhu 60 oC selama 4 jam dan menambahkan asam oleat terepoksidasi kedalam campuran alkohol, air dan sejumlah katalis asam sulfat dilakukan dalam reaktor teraduk pada suhu 50 oC selama 2 jam supaya membentuk polyol berbasis asam oleat 9,10 didydroksi stearat). Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh mol alkohol pada berbagai jenis alkohol terhadap bilangan hidroksil sehingga diperoleh kondisi yang terbaik untuk pembuatan polyol (9,10 dihydroxy stearat) Hasil penelitian menunjukkan bilangan hidroksil terbesar yakni 130,2 mg KOH/g sampel pada campuran (CH3OH:C3H7OH) dengan rasio mol:1:10