Browsing by Author "Yoza, Defri"
Now showing 1 - 12 of 12
Results Per Page
Sort Options
Item Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus Temminck) Di Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau(2018-04-02) Yoza, Defri; Siregar, Yusni IkhwanThe same land use between elephants and humans results in elephant conflict with humans. This study aims to determine the Sumatran elephant population and the carrying capacity of the Sumatran elephant feed in the area of Tesso Nilo National Park, Riau Province. This research was conducted by using Purposive Sampling method by determining elephant position on path, determination of sample plot of Sumatran elephant feed location and collecting of bearing capacity of Sumatran elephant. The data obtained are vegetation composition (species density, species type, species dominance), Important Value Index (INP), Type Diversity, Feed Biomass, food Capacity and Habitat Support capacity. Based on the inventory and data from WWF, in Lubuk Kembang Bung gaa Village there are 2 groups of Sumatran elephants with a total of 120-130 heads. The results showed that the availability of feed in 1 Ha area in Tesso Nilo National Park is sufficient for 0,5 heads of Sumatran elephant. One head elephant need 2 ha for feedItem ISYARAT ALAM MENGUNGKAP KERUSAKAN LINGKUNGAN (SATWA BURUNG SEBAGAI INDIKATOR PERUBAHAN LINGKUNGAN)(2019-11) Yoza, Defri; Somadona, Sonia; Volcherina, ViniEnvironmental damage can occur due to human actions that are not wise in managing the environment. Environmental damage includes starting from the highest location of the mountain peak to the ocean. Ranging from natural places to artificial locations as well. This article aims to identify the types of wildlife that can be indicators of environmental change. The method used in this paper is the study of literature related to the title of the article. From the results of litetratur study found that the types of birds that like closed areas are reduced along with reduced forest cover in an area.Item KEANEKARAGAMAN JENIS HERPETOFAUNA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PANAM PEKANBARU(2013-07-30) Widodo, Agus; Yusfiati; Yoza, DefriThe purpose of this research was to identify the herpetofauna and to determine herpetofauna species diversity in different habitats. The research was conducted from June to July 2012 in Campus Area of Riau University. The methods used in this research were purposive sampling and passive sampling. Purposive sampling was conducted by Visual Encounter Sampling (VES). Samples of herpetofauna were identified in the Laboratory of Zoology FMIPA UR. 22 species of herpetofauna were found which consist 13 species of reptiles and 9 amphibians. Diversity Index (H') of reptiles species in terrestrial habitats, aquatic habitats and arboreal habitat were 1.32 (low), 1.01 (low), 0.47 (very low) respectively. Diversity Index of amphibians species in terrestrial habitat and aquatic habitats 0.87 (low), 1.57 (middle) respectively. Diversity of herpetofauna in Campus Area of Riau University was categorized low. The highest abundance of reptiles and amphibians was H. frenatus (0,38) and R. erythreae (0,34) respectively. Evenness (E) of reptile in terrestrial habitat, aquatic habitats and arboreal habitats were 0.74, 0.73. 0.43 respectively. While the Evenness (E) of amphibians in aquatic habitats were 0.98 and terrestrial habitat 0.54. Species ampbihians in arboreal was not founded. Herpetofauna species which were found during this research were listed in Appendix I (Varanus nebulosus) and Appendix II (Varanus salvator and Python reticulatus).Item KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA KECIL NON VOLAN DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU(2013-07-30) Ramdi, Habib; Yusfiati; Yoza, DefriThe purpose of this study was to identify and to determine the species diversity of non-volant small mammals in University of Riau campus area, Pekanbaru. Non-volant small mammal were captured using a trapping method. Species diversity was analized using Shannon Index and Margalef Index of diversity. The total number of non-volant small mammals captured during the study were 42 individuals which consist of 5 species belonged of 4 families and 3 orders. Species that had been most captured were belonged to Muridae family, and the most dominant species were Rattus rattus diardii which had 19 individuals. The result showed that number of individuals and species were different at each trap location. Indexs of diversity of small mammals at 5 locations traps were ranged between 0.5003 - 1.2404. The Margalef indexs of diversity were between 0.3898 - 1.2510.Item Keanekaragaman Jenis Serangga Di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu(2015-02-28) Puspita, Fifi; Syahrudin; Yoza, DefriSerangga menyusun sekitar 64% ( 950.000 spesies) dari total spesies flora dan fauna yang diperkirakan ada dibumi ini ( Grombridge, 1992). Dengan jumlah spesies dan individu yang besar maka serangga memegang peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Diantara peran tersebut adalah : herbivore, predasi, parasitisme, dekomposisi, penyerbukan, Serangga herbivore merupakan factor penyebab utama dalam kehilangan hasil, baik secara langsung memakan jaringan tanaman atau sebagai vector dari pathogen tanaman (Kirk-Spriggs 1990). (Speight et. Al., 1999). Serangga pada umumnya mempunyai peranan yang sangat penting bagi ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa kehadiran suatu serangga, maka kehidupan suatu ekosistem akan terganggu dan tidak mencapai suatu keseimbangan. Peranan serangga dalam ekosistem diantaranya adalah sebagai pollinator, decomposer, predator (pengendali hayati), parasitoid (Pengendali pollinator secara hayati), hingga sebagai bioindikator bagi suatu ekosistem. Umum serangga tidak berperan langsung pada proses polinasi, serangga hanya bertujuan memperoleh nectar dari bunga yaitu sebagai sumber makanannya. Namun dalam hal ini serangga memiliki peran yang sangat penting, secara tidak sengaja polen atau serbuk sari menempel dan terbawa pada tubuh serangga hingga polen tersebut menempel pada kepala putik bunga lain dan terjadilah proses polinasi. Seperti disampaikan oleh Satta et al., (1998) dalam laporannya bahwa lebah local memiliki peranan penting pada proses polinasi dari bunga Sulla ( Hedysarum conorarium L) didaerah Mediterania. Lebah local anggota ordo Apidae ( A. mellifera) dan ordo Anthoporidae(E. mumida mampu meningkatkan prosentase terjadinya polinasi silang serta meningkatkan produksi biji tanaman sulla. Williams I.H. (2002) juga menambahkan dalam laporannya bahwa lebih dari 140 spesies tanaman di Eropa, diuntungkan dengan adanya peran serangga dalam proses penyerbukan atau polinasi. Lebah atau serangga jenis lain secara tidak sengaja membawa pollen dari satu bunga ke bunga lainnya, sehingga sangat membantu proses polinasi. Penting dalam proses dekomposisi terutama di tanah. Kotoran atau feases dari hewan dapat mengakibatkan pencemaran terhadap padang rumput. Tinja sapi yang dibiarkan di permukaan tanah dapat mematikan atau memperlambat pertumbuhan tanaman rumput, serta menyebabkan tanaman disekitarnya kurang disukai ternak sapi. Selain itu kotoran atau tinja tersebut dapat pula sebagai tempat meletakkan telur bagi vector pembawa pernyakit, merupakan tempat hidup bagi larva parasit pada saluran pencernaan ruminansia. Namun denga keberadaan beberapa spesies kumbang pendekomposisi tinja, maka hal tersebut dapat diminimalisir (Shahabuddin, et al., 2005) Kumbang yang bersipat dekompomposer biasanya merupakan anggota dari ordo Coleoptera, dan family Scarabaeidae, yang lebih dikenal sebagai kumbang tinja. Kumbang ini memiliki perilaku makan dan reproduksi yang dilakukan di sekitar tinja, dengan demikian kumbang tinja ini sangat membantu dalam menyebarkan dan menguraikan tinja sehingga tidak menumpuk di suatu tempat. Aktifitas ini secara umum berpengaruh terhadap struktur tanah dan siklus hara sehingga juga berpengaruh terhadap tumbuhan disekitarnya. Dengan membenamkan tinja, kumbang dapat memperbaiki kesuburan dan aerasi tanah, serta meningkatkan laju siklus nutrisi. Dekomposisi tinja pada permukaan tanah, oleh kumbang tinja menyebabkan penurunan pH tanah setelah 9 minggu dan meningkatkan kadar nitrogen, yodium, fosfor, magnesium, dan kalsium sampai 42-56 hari setelah peletakan tinja. Predator dalam kehidupan di suatu ( Gallante, E. Garcia, A.M,. 2001). Ekosistem, serangga juga berperan sebagai agen pengendali hayati, kaitannya dalam predasi. Serangga berperan sebagai predator bagi mangsanya baik nematode, protozoa, bahkan serangga lain. Seperti yang dilaporkan oleh Marheni(2003) bahwa, wereng mencapai 19- 22 famili dan parasitoid 8-10 famili. Predator- predator tersebut cocok untuk pengendalian wereng batang coklat karena kemampuannya memangsa species lain (polyfag) sehingga ketersediaannya di alam tetap terjaga walaupun pada saat populasi wereng tersebut rendah atau diluar musim tanam. Dari hasil penelitiannya, dapat diketahui bahwa predator Paradosa pseudoanulata merupakan predator yang paling efektif dalam menekan populasi wereng batang coklat dan intensitas serangan terhadap padi. Dalam Santoso(2007) melaporkan pula bahwa terdapat sejenis lalat Diatracophaga striatalis ( Lalat Jatiroto), dimana larvanya dapat menyerang dan memangsa hama penggerek Chilo yang berada dalam lubang tebu dan menghisap cairan haemolimpnya sampai mati kering. Dari uraian tersebut, dapat kita ketahui bahwa serangga predator sangat membantu atau berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Serangga parasitoid adalah serangga yang berperan sebagai parasit serangga lain yang merugikan manusia atau ternak. Spalangia endius dan S. nigroaenea serta Pacchyrepoideus vindemiae merupakan parasitoid yang menyerang pupa lalat rumah dan lalat kandang untuk kehidupan larva dan pupanya, sedangkan dewasanya hidup bebas (Koesharto, 1995). Pada kehidupan parasitoid secara umum makanannya berupa nectar dan haemolim inang. Haemolim inang digunakan dalam pembentukan dan pematangan telur sedangkan nektar diperlukan sejak awal sebagai sumber energy. Berbeda dengan dipteral yang memiliki alat penusuk pada proboscisnya, parasitoid termasuk dalam ordo Hymenoptera tidak dapat menembus kulit puparium cairan haemolom diperoleh dari rembesan yang keluar waktu bioindikator menusukan ovipositor ke dalam pupa lalat ( Stireman, et al., 2006) Serangga merupakan hewan yang sangat sensitive responsive terhadap perubahan atau tekanan pada suatu ekosistem dimana dia hidup. Penggunaan serangga sebagai bioindikator kondisi lingkungan atau ekosistem yang ditempatinya telah lama dilakukan. Jenis serangga ini mulai banyak diteliti karena bermanfaat untuk mengetahui kondisi kesehatan suatu ekosistem. Serangga kuatik selama ini paling banyak digunakan untuk mengetahui kondisi pencemaran air pada suatu daerah, diantaranya adalah beberapa spesies srangga dari ordo Ephemerotepa, Diptera, Trichoptera dan Plecotera yang kelimpahan atau kehadirannya mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut telah tercemar, karena serangga ini tidak dapat hidup pada habitat yang sudah tercemar. Adapun untuk serangga daratan(‘teresterial insect’) studi sejenis telah banyak dilakukan pada berbagai kawasan hutan di berbagai Negara termasuk di kawsan hutan tropis (Shahabuddin, 2003). Ditambahkan oleh Wardhani (2007) dalam laporannya bahwa, larva Odonta juga berpotensi sebagai bioondikator pencemaran air, karena larva ini sangat sensitive terhadap perubahan kualitas air. Bila kualitas air sebagai habitatnya tercemar, maka larva odonata akan mati.batang coklat mempunyai banyak musuh alami di alam terutama predatorItem Konflik Dan Mitigasi Konflik Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus Temminck) Dengan Manusia Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Sekitar Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau(wahyu sari yeni, 2019-01-09) Yoza, Defri; Siregar, Yusni Ikhwan; Mulyadi, Aras; Sujianto, SujiantoElephant conflicts with humans occur in areas that are used together by elephants with humans. This study aims to identify people's perceptions of elephant conflict with humans and mitigation of elephant conflict with humans. In this study, the interview method was used with the determination of respondents through purposive sampling. The study was conducted in 2017 in two villages around Tesso Nilo National Park that is Lubuk Kembang Bunga Village and Air Hitam Village. Community perceptions in both villages namely Air Hitam Village and Lubuk Kembang Bunga Village are generally positive about elephants and elephant conflict with humans. The mitigation of elephant and human conflict is expected by the community in two villages in the way of planting commodities that are not prefered by elephants, planting elephant feed on their paths and replanting forests in elephant habitatItem Mitigasi Konflik Gajah-Manusia Menggunakan Sistem Agroforestri Sawit-Hutan Di Kabupaten Bengkalis(2015-08-04) Yoza, Defri; Sulaeman, Rudianda; KausarPertumbuhan penduduk menyebabkan terjadinya penyempitan dan fragmentasi habitat gajah yang berimplikasi pada peningkatan konflik antara manusia dan gajah.Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah menganalisis sejauhmana penerapan dan keberhasilan metode-metode yang digunakan dalam mitigasi konflik gajah dan manusia di Kabupaten Bengkalis yang mengalami konflik yang relatif tinggi antara petani kebun sawit dengan gajah. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan dalam tiga tahap yakni :tahap pertama menentukan sejauhmana penerapan metode-metode mitigasi konflik gajah dengan manusia yang terdapat di Kabupaten Bengkalis. Metode-metode yang diterapkan berupa teknik pengusiran terhadap satwa liar, teknik pembuatan parit gajah, teknik pembuatan pagar listrik, teknik penggiringan dan teknik pemindahan atau relokasi. Tahap kedua merumuskan metode mitigasi dengan menggunakan sistem agroforestri dikombinasikan dengan kelebihan dan kekurangan metode yang telah diterapkan sebelumnya. Tahap ketiga menerapkan metode mitigasi konflik gajah sistem agroforestri di lapangan. Kondisi habitat gajah yang terdapat di sekitar Duri dalam kondisi terfragmentasi oleh pemukiman masyarakat, jalan dan perkebunan sawit serta hutan tanaman industridimana gajah banyak memanfaatkan daerah tepi hutan dan semak belukar untuk pakan gajah.Populasi gajah terdiri dari sub populasi jantan sebanyak 1-2 ekor sedangkan sub populasi betina sebanyak >3 ekor dengan total populasi sebanyak + 35 ekor.Habitat gajah masih dapat mendukung kebutuhan pakan namun per ha sudah tidak mampu lagi mendukung satu ekor gajah sedangkan untuk jalur jelajah gajah dengan populasi berkisar 35 ekor sudah tidak mampu lagi didukung oleh luasan tersebut.Masyarakat menggunakan cara yang sederhana dalam mengusir gajah yakni dengan cara membunyikan petasan sedangkan perusahaan menggunakan parit gajah. Cara yang mudah dan murah menggunakan tanaman pengusir gajah pada kebun masyarakat dan tanaman pakan di luas kebun masyarakat.Masyarakat berharap agar gajah-gajah yang berkonflik dapat dipindahkan atau tidak mengganggu kebun sawit masyarakat dan biasanya masyarakat mengusir gajah dengan menggunakan bunyi-bunyianItem Pola Penggunaan Ruang Oleh Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Pada Berbagai Umur Kelapa Sawit dan Akasia di Sekitar Taman Nasional Tesso Nilo Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau(2014-01-28) Pratama, Boy; Yoza, Defri; Sulaeman,RudiandaSumatra tiger(Panthera tigrissumatrae) in recent time isone of thewildlife which one the existence israrely to find. Since 1996, sumatra tiger was claimed as endangered.It is caused by habitatdestruction, poachingandlackof feed. There were so many factors which is cause the population decline, one of them is conflict between tiger and human. The cause of the conflict is tiger’s reduction area where it force them to find other area. One of the areas is human’s land that was forest which had been transformed into residential and industry plantation(HTI). At the palm and timber plantations around National Park,Tesso Nilo (TNNP) there is a tendency of tiger existence which is so close with human activities. This research aims to identify the use of space by the tiger and its prey in various kinds of ages and palm oil plantations and also analyze the correlation between the characteristics of oil palm and timber to the existence of tigers and their prey around TNNP. The technique of Collecting data is taking by looking at the secondary mark which is left by the tiger and its prey. The Data were analyzed by usingmorisita analysis. The results showed that Sumatra tigers are more likely to use the area that has a lot of prey species and try to avoid the areas where it has high level of human activity.Item STRATEGI PELESTARIAN PLASMA NUTFAH PROPINSI RIAU(2012-11-12) Yoza, Defri; Edwina, SusyRiau memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi namun beium terdata dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai plasma nutfah, mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta menyusun strategi pelestarian plasma nutfah Riau. Penelitian dilakukan di berbagai instansi di Kota Pekanbaru dengan menggunakan metode wawancara dan studi literatur. Data diolah menggunakan metode SWOT. Dari penelitian didapatkan bahwa plasma nutfah kehutanan tersebar di berbagai jenis hutan seperti hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah dan hutan mangrove. Sedangkan bidang peternakan Riau memiliki plasma nutfah untukternakyang didomestikasi seperti lebah dan rusa. Pada bidang perikanan, Riau memiliki berbagai jenis ikan air tawar dan ikan air laut yang tersebar di sungai dan laut Propinsi Riau. Di bidang pertanian, Riau memiliki jenis-jenis padi dan buah khas Propinsi Riau karena telah berinteraksi dengan kondisi lingkungan Riau. Secara umum kekuatan terdapat pada potensinya yang besar namun belum dikelola dengan baik untuk menangkap peluang pasar bebas dan mengantisipasi masuknya komoditas plasma nutfah dari luar. Strategi pelestariannya haruslah komprehensif untuk menyusun sebuah masterplan pelestarian plasma nutfah Propinsi Riau.Item Strategi Pelestarian Plasma Nutfah Provinsi Riau(2013-01-08) Yoza, DefriPlasma nutfah atau sumberdaya alam hayati Riau yang sering dimanfaatkan secara berlebihan terdiri atas sumberdaya alam hayati di bidang kehutanan dan perikanan. Ehia sektor ini sering mendapatkan tekanan yang sangat tinggi terhaadap keanekaragaman jenisnya sementara sektor-sektor lain seperti petemakan dan pertanian malah tidak tergali atau mendapat perhatian yang sangat sedikit di bidang pemuliaan dan pengembangan plasma nutfah keanekaragaman hayati. Keanekaragaman sumber plasma nutfah biasanya diartikan sebagai kumpulan berbagai gen yang terdapat di dalam populasi spesies yang berkembang biak atau seluruh spesies yang dijumpai di sustu kawasan tertentu (Mae Kinnen dkk, 1990). Sedangkam menurut Dephut (1989) plasma nutfah merupakan agregat partikel yang swabiak (berkembang biak sraidiri). Beberapa contoh plasma nutfah yang ada di Riau untuk hewan seperti gajah sumatera (Elephas maximus sumatrcams), burung kuau (Argusianus argus) dan tumbuhan seperti salo (Johannes teysnumiana), kulim (Scorodocarpus bomeensis). Ada dua sisi yang sangat kontras di bidang pengembangan plasma nutfah/sumberdaya alam hayati di satu sisi plasma nutfah mulai terancam dengan adanya pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumberdaya hayati sedangkan di sisi lain masih sedikit yang digali untuk tujuan-tujuan pemuliaan jenis. Pemanfaatan berlebihan oleh kegiatan perkebunan dan pertanian terhadap keanekaragaman hayati mengakibatkan terjadinya fragmentasi habitat, desertifikasi (penggurunan), simplifikasi ekosistem dan gene pool serta ancaman invasi spesies luar. Ancaman ini menyebabkan terjadinya perubahan kelimpahan dan keanekaragaman hayati. Disamping itu deforestasi yang terjadi, menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati yang banyak tericonsentrasi di kawasan-kawasan hutan. Sementara itu Propinsi Riau belum meffliliki kpleksi data yang m§ngbjmpun keanekaragaman hayati atau plasma nutfah asli Riau.Item STUDI PERKEMBANGAN PERILAKU ELANG JAWA (Spizaetus bartelsi STRESEMANN 1924) DI PUSAT REHABILITASI SUAKA ELANG, BOGOR(2016-01-26) Nasri; Gunawan, Haris; Yoza, DefriJavan Hawk-eagle (Spizaetus bartelsi Stresemann 1924) is an endemic raptor which can be found in Java Island, Indonesia. Its population number is continuously decreasing, then we need to conserve this species to keep and increase the number of population in their habitat. The purpose of this research was to know the daily behavior characteristics and to determine behavior development level of Javan Hawk-eagle before being released. This study was conducted from February 2014 and February to March 2015 in Raptor Sanctuary Field Project, Salak Resort, Halimun Salak Mount National Park, Bogor. Method was done by scan sampling and quantitative-descriptive analysis. The data collection was conducted by observing all of the eagle activities in the cage form the behavior characteristics observing were perching behavior, flying, whistling, hunting and ingestion. The time for the observation step was 30 days, 60 days for socializan stage and 7 days habituation stage. During the rehabilitation process, the Javan Hawk-eagle passed through various treatment before being wildly released to nature. The precentage of perching was (41%), flying (6%), whistling (24%), hunting (12%) and ingestion (17%). On the socialization step perching (48%), flying (1%), whistling (48%), hunting (1%) and ingestion (3%) then on habituation step perching (79%), flying (3%), whistling (0%), hunting (3%) and ingestion (14%). The treatment on observation, socialization, and habituation step had increased the hawk abilities, such as flying ability, watching ability and the way in prey catching. The change of behavior development and smilar behavior to the wild can be used as consideration before releasing the Javan Hawk-eagle to its natural habitatItem TEKNIK-TEKNIK MITIGASI KONFLIK GAJAH MANUSIA DI PROVINSI RIAU(2016-07-15) Yoza, DefriKonflik gajah dengan manusia telah berlangsung lama semenjak terjadinya pembukaan hutan yang merupakan habitat gajah. Banyak masyarakat menderita akibat konflik gajah manusia disebabkan oleh rusaknya kebun mereka. Di sisi lain banyak gajah yang terbunuh oleh manusia. Makalah ini ingin menyajikan berbagai teknik mitigasi yang dilakukan di Indonesia dan beberapa negara yang mengalami konflik gajah. Selain uraian mengenai teknik mitigasi juga disampaikan efektifitas teknik tersebut. Dari berbagai teknik yang disampaikan seperti teknik pemagaran, pembuatan parit, pengusiran dengan bunyi-bunyiaan didapatkan bahwa metode penggiringan dengan menggunakan gajah jinak atau Elephant Flying Squad memiliki efektifitas tinggi karena dapat mengurangi konflik gajah disamping dapat meningkatkan keamanan kedua belah pihak baik manusia maupun gajah