LRP-Social Science and Politics
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing LRP-Social Science and Politics by Author "Asriwandari, Hesti"
Now showing 1 - 5 of 5
Results Per Page
Sort Options
Item ORIENTASI NILAI BUDAYA MASYARAKAT PADA KONDISI INEQUALITY : Studi Pada Komunitas yang Berpotensi Konflik di Desa Kesuma Seputar Taman Nasional Teso Nilo(2016-11-03) Asriwandari, Hesti; Yoserizal; Kadarisman, Yoskar6 RINGKASAN Keterbatasan lahan dan pemenuhan keperluan manusia menghasilkan persaingan-persaingan diantara anggota masyarakat. Perubahan lingkungan berakibat pada konflik sosial. Perambahan hutan atau kerusakan pantai misalnya, ialah merupakan fenomena yang muncul oleh karena manusia tidak lagi menemukan lingkungan alam yang masih ramah dengan segala hasil buminya. Ketimpangan sosial, inequality, dan perubahan lingkungan menjadi fenomena yang tidak dapat dipisahkan. Sejak akhir tahun 2008 terjadi peningkatan konflik masyarakat dengan industri perkebunan di beberapa kabupaten di Provinsi Riau. Konflik meningkat seiring dengan keluarnya beberapa izin perkebunan, dan diduga disebabkan oleh lima faktor yang saling terkait, yakni pertumbuhan penduduk, membengkaknya pengangguran, penyempitan areal, keperluan pangan yang meningkat, dan perambahan besar-besaran terhadap kawasan konservasi. Salah satu perselisihan yang cukup kuat berpengaruh pada pihak-pihak yang telibat ialah sebuah kasus perluasan hutan yang terjadi di Kabupaten Pelalawan, yang melibatkan pemerintah sebagai pemegang hak atas lahan hutan, Taman Nasional Teso Nilo, mewakili kepentingan konservasi hutan dan satwa langka, dan masyarakat yang mewakili kepentingan pengelolaan lahan hutan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, dengan subyek penelitian masyarakat desa Kesuma, dan teknik pengumpulan informasi melalui wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini melakukan pengamatan serta pendekatan mendalam kepada instansi-instansi yang terlibat dengan kepentingan perluasan taman nasional, seperti balai taman nasional, dinas kehutanan kabupaten, lembaga adat, WWF. Mengadakan pertemuan-pertemuan yang melibatkan instansi pemerintah daerah dan swasta serta lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi, dengan unsur-unsur masyarakat yang mewakili setiap komunitas pada masyarakat kawasan perluasan. Selanjutnya, berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dicoba untuk menciptakan sebuah model upaya sosialisasi yang diperlukan dalam komunikasi antara pihak berwenang dengan masyarakat. Rencana selanjutnya dari studi ini ialah melakukan pengamatan mendalam mengenai implementasi konservasi hutan dan perluasan taman nasional Teso Nilo. Berkenaan telah dilakukannya upaya sosialisasi, maka perlu dilakukan pengamatan mendalam mengenai potensi gerakan sosial, sebagaimana demonstrasi menentang perluasan taman nasional yang pernah digerakkan pada bulan September tahun 2011.Item Pelaksanaan Program Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam Ued-Sp BuluhCina Mandiri Di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kamparr(2012-12-06) Asriwandari, HestiKemiskinan adalah suatu kenyataan yang belum mampu dihilangkan dari Provinsi Riau. Kabupaten Kampar memiliki 20 daerah kecamatan dan setiap kecamatan memiliki daerah yang masih hams diperhatikan. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, Pemerintah Propinsi Riau melaksanakan suatu program pemberdayaan masyarakat yang disebut dengan Usaha Ekonomi Desa Simpan-Pinjam (UED-SP). UED-SP Buluhcina Mandiri merupakan lembaga keuangan mikro yang merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam Program Pemberdayaan Desa (PPD), guna membantu masyarakat miskin untuk pengembangan usaha. Namun demikian masih ditemukan anggota UED-SP yang yang berasal dari keluarga yang memiliki ekonomi yang relatif tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang miskin, atau yang disebut sebagai fenomena off-target. Studi ini mencoba untuk mengamati lebih mendalam bagaimana pelaksanaan program UED-SP dalam upayanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Konsep teoritis yang melandasi kerangka berpikir dalam studi ini adalah Birokrasi Modem oleh Max Weber, serta Pertukaran Sosial oleh George Homans. Penelitian terhadap UED-SP Mandiri di Buluhcina ini menetapkan sampel secara purposive, dengan memilih 17 orang pemanfaat dana UED-SP, terdiri dari anggota yang lancar dan yang mengalami kemacetan dalam pengembaliannya. Data penelitian dikumpulkan melalui teknik wawancara (kuesioner, catatan lapangan dan dokumentasi), kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan secara kualitatif. Bencana alam dan banjir dialami oleh responden yang bekerja sebagai petani tanaman palawija, seperti sayur, cabe, kacang-kacangan dan sebagainya, juga merupakan penyebab kemacetan program ini. Bencana banjir yang menggenangi tanah kebun yang berada di lokasi rendah, mengakibatkan tanaman gagal panen, dan off-targetpim terjadi. Pemanfaat program yang memiliki pekerjaan sebagai penjual ikan mengalami off-target disebabkan oleh karena para pedagang eceran yang berjualan di pasar-pasar mengambil barang kepada responden secara kredit, sehingga ketika terjadi kemacetan pembayaran kredit dari pedagang ikan eceran, berakibat pula kemacetan dalam pengembalian dana UED-SP. Pemberian bantuan UED-SP Buluhcina Mandiri haruslah tepat sasaran tidak boleh mengutamakan kepentingan kelompok diatas kepentingan masyarakat. Sesuai dengan prinsip birokrasi modem, pejabat hams mampu menetralkan imsur subjektif dan kepentingan pribadi. Ikatan impersonal hams berfUngsi mencegah terjadinya perasaan pribadi yang menurunkan kualitas keputusan rasional. Transparansi atau keterbukaan pemberian dan bantuan UED-SP cukup dipahami oleh masyarakat. Program tersebut ditujukan untuk masyarakat ekonomi lemah, yang memiliki usaha untuk dikembangjcan, dan memiliki agunan. Bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki agiman dan usaha, sulit memanfaatkan program ini, karena secara individual tidak memiliki motivasi untuk berkembang, dan untuk mengembalikan pinjaman. Maka program banyak diman&dcan oleh masyarakat ekonomi tinggi yang memiliki usaha dan agunan.Item Pengembangan kelembagaan Desa Dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar(2012-12-06) Asriwandari, HestiMasih mininmya jumiah akses kesehatan dan pendidikan yang tersedia di Desa Buluhcina sangat menentukan bagaimana perilaku masyarakat miskin dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Keadaan yang serba kekurangan, kemauan yang rendah serta akses yang sulit dijangkau, menjadikan mereka berperilaku seperti itu. Selain itu, kondisi geografis Desa Buluhcina yang berada di pinggiran sungai Kampar, berakibat seringnya mengalami bencana banjir, serta muncuinya kebiasaan MCK di sungai, mempengaruhi perilaku hidup sehat mereka. Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar mempunyai 10,18% penduduk miskin, dan di Desa Buluhcina masih terdapat 27% keluarga miskin, menjadi landasan untuk menjawab permasalahan bagaimana karakter kemiskinan yang muncul, serta bagaimana perilaku hidup sehat masyarakat. Pengamatan dilakukan terhadap 28 keluarga yang ditetapkan secara purposive menurat penghasilan, pekerjaan dan lama tinggal. Data yang tericumpul dianalisa secara deskriptif kuantitatif, dilengkapi interpretasi atas kecenderungan fenomena yang muncul. Analisis dilakukan berdasarkan konsep-konsep teoritis tentang Kemiskinan dan Karakter Kemiskinan, Culture of Poverty (Oscar Lewis), Tindakan Tradisional (Max Weber), dan Petukaran Sosial (George Homans). Kemiskinan (penghasilan kecil, rumah tidak permanen, tidak ada pekerjaan sampingan), rendahnya pendidikan (tidak sekolah, tamat/tidak tamat SD), kecilnya aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan, berakibat pada rendahnya pemanfaatan masyarakat miskin teriiadap fasilitas modem. Hal ini dapat dilihat dari seringnya mereka berobat ke dukun, tidak pemah melakukan pengecekkan kesehatan, dan minimnya interaksi dengan fasilitas kesehatan modem, yang kemudian semua ini mempengaruhi perilaku mereka dalam menjaga kesehatan sebari-hari. Keterbatasan ekonomi telah memaksa mereka untuk selalu beradaptasi, dengan mempertahankan keyakinan tradisional serta rendahnya kesadaran teifaadap pola hidup sehat. Karakteristik kemiskinan di komunitas yang diamati ini adalah : a) ketidakmampuan memenuhi kebutuban dasar (basic need) seperti pangan, gizi, sandang, papan pendidikan dan kesehatan ; b) Inaccessibility, yaitu ketidakmampuan menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi baik akibat rendahnya daya tawar {bargaining position) maupun keterbatasan modal, teknologi dan sumber daya manusia ; c)Vulnerability, mudah jatuh dalam kemiskinan (rentan) akibat berbagai resiko seperti penyakit, bencana alam, kegagalan panen, dan sebagainya, sehingga hams menjual asset produksinya. Kerentanan ini sering disebut poverty rackets atau roda penggerak kemiskinan.Item RELASI KUASA PADA RITUAL KEKERASAN DI PERKOTAAN (STUDI TENTANG AMUK MASSA TERHADAP PELAKU KRIMINAL YANG TERTANGKAP TANGAN DI KOTA PEKANBARU)(2014-02-11) Yoserizal; Asriwandari, HestiPenelitian ini ingin mengetahui relasi kuasa apa yang mendorong warga kota Pekanbaru akhir-akhir ini begitu seringnya melakukan tindak kekerasan terhadap pelaku kriminal yang tertangkap tangan, padahal kultur melayu yang begitu lembut dan beradab tidak pernah mengakomodir tindakan beringas demikian. Dengan diketahuinya relasi kuasa tersebut, maka akan dapat dieleminir tindak kekerasan warga tersebut melalui sosialisasi dari berbagai stakeholder, utamanya pihak Poltabes. Metode Focus Group Disccusion FGD) diharapkan akan mampu membantu dalam penelitian lapanganItem Strategi Pengembangan Masyarakat Pesisir Berbasis Pembangunan Wisata Bono (Tidal Bore) Di Kabupaten Pelalawan(2015-04-08) Hidir, Achmad; Kartikowati, Sri; Asriwandari, HestiHidir dkk (2013) menemukan adanya urgensi pengembangan model pengembangan pariwisata Teluk Meranti yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan aspekkonservasi lingkungan dan kondisi dan/atau potensi masyarakat.Kajian ini bertujuan untuk menyusun model pemberdayaan masyarakat dalam rangka memajukan dan menyiapkan masyarakat Teluk Meranti menyongsong pengembangan pariwisata Bono sebagai ikon pariwisata dunia serta mengantisipasi munculnya resistensi yang destruktif terhadap pengembangan wisata Bono. Penelitian dilakukan di Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan.Analisis data menggunakan pendekatan dialogical interpretation, yaitu pemahaman emic dengan pemahaman etic terhadap gejala dan fenomena yang ditemui di lapangan yang menghasilkan negotiate meaning untuk kemudian dianalisis dengan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan menjadi modal dasar yang harus dipersiapkan dan/atau dikuatkan dalam rangka memposisikan masyarakat Teluk Meranti sebagai subjek pembangunan pariwisata Bono.Selain itu, peningkatan soft skill masyarakat menjadi urgent agar masyarakat mampu berinovasi dan berkreasi serta memiliki keunggulan komparatif yang konstruktif terhadap kepariwisataan Bono. Ancaman dan tantangan yang muncul kemudian adalah resistensi laten dan manifes baik dari dalam masyarakat itu sendiri ataupun dari luar masyarakat Teluk Meranti. Resistensi manifes yang muncul adanya maraknya spekulan tanah di Teluk Meranti.Resistensi latennya lebih pada lunturnya nilai-nilai budaya lokal serta dekadensi moral khususnya generasi muda di Teluk Meranti sebagai akibat dari difusi kebudayaan yang dibawa oleh para wisatawan baik nusantara maupun mancanegara. Oleh karena itu dibutuhkan power yang kuat dari pemerintah daerah sebagai single leader pengembangan wisata Bono melalui implementasi collaborative governance yang menyasar kepada seluruh stakeholders, tidak terkecuali kepada komunitas bonosurf yang dikoordinir oleh Anthony.